Senin 02 Apr 2018 18:01 WIB

Usul Mantan Napi Korupsi Dilarang Nyaleg, Ini Kata Komisi II

Ketua Komisi II menilai usul mantan napi korupsi dilarang nyaleg tak bisa dilakukan.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Bayu Hermawan
Ketua Komisi II DPR RI, Zainudin Amali menjawab pertanyaan wartawan di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (23/11).
Foto: Republika/Febrianto Adi Saputro
Ketua Komisi II DPR RI, Zainudin Amali menjawab pertanyaan wartawan di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (23/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi II DPR Zainudin Amali menilai Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak bisa mengusulkan norma aturan yang melarang mantan narapidana korupsi maju sebagai calon legislatif Pemilu 2019 dalam draf Peraturan KPU (PKPU). Sebab, norma tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

"Saya kira pasti KPU atau Bawaslu mendasarkan semua aturan, baik PKPU dan perbawaslu, berdasarkan UU. Tidak mungkin mereka mau mengeluarkan aturan yang bertentangan atau berbeda dengan UU," kata Amali di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (2/4).

Menurut dia, jika terjadi perkembangan dalam pelaksanaan setelah norma dibuat, hal tersebut akan diusulkan dan diakomodir melalui perubahan UU tersebut. Namun, Amali menegaskan, aturan tidak boleh diubah di PKPU tanpa didahului perubahan UU.

"Enggak bisa di tengah jalan karena ada kasus-kasus tertentu, kemudian tiba-tiba PKPU harus menyesuaikan dengan kejadian-kejadian itu. Saya kira itu satu hal yang tidak mungkin dilakukan oleh KPU atau Bawaslu," ujar politikus Partai Golkar tersebut.

Karena itu, ia juga meyakini partai politik dalam menjaring calon legislatif sesuai dengan apa yang diatur dalam UU Pemilu. Sehingga, tidak mengecualikan mantan narapidana korupsi sebagai calon anggota legislatif partai tersebut.

"Saya kira semua parpol akan mendasarkan pada UU. Kalau itu dilarang UU, pasti tidak akan dilakukan. Tapi itu sepanjang tidak dilarang oleh UU, saya yakin parpol tidak akan melakukan hal yang bertentangan," ujarnya.

Namun demikian, imbauan masyarakat terkait calon yang bermasalah itu tentu sepenuhnya bergantung pada kebijakan setiap partai politik.  "Apakah akan mempertaruhkan reputasi partainya walaupun di UU itu ada," ucapnya.

Pada kesempatan yang sama, Komisi II DPR hari ini menggelar rapat dengar pendapat dengan KPU, Bawaslu, serta pemerintah, Senin (2/4). Ketua Komisi II Zainudin Amali mengatakan, rapat membahas beberapa persoalan, yakni peraturan KPU (PKPU) dan penetapan daerah pemilihan untuk Pemilu 2019.

"PKPU ini penting karena salah satunya adalah bagaimana pengaturan kampanye apa hal-hal yang baru dalam PKPU kaitannya dengan UU 7/2017. Ada juga penetapan dapil di kabupaten/kota yang ada," ujar Amali.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement