REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Menteri Ketenagakerjaan RI Hanif Dhakiri, berharap gerakan buruh di Indonesia bisa kokoh dan solid. Tolak ukurnya, ada dua yakni dilihat dari jumlah perusahaan yang memiliki serikat pekerja dan jumlah buruh yang masuk dalam serikat pekerja.
"Jumlah buruh yang masuk ke serikat pekerja, harusnya semakin bertambah. Tapi, faktanya di kita malah berkurang," ujar Hanif di acara Seminar dan Kongres Federasi Serikat Pekerja Sinergi BUMN, Rabu (28/3).
Menurut Hanif, pada masa era reformasi jumlah buruh yang masuk serikat pekerja ada sembilan juta. Sekarang, menjadi 2,7 juta buruh. Begitu juga, dengan jumlah perusahaannya. Saat ini, jumlah perusahaan di Indonesia ada 230 ribu perusahaan. Namun, yang memiliki serikat pekerja menurun dari 14 ribu perusahaan menjadi 7 ribu perusahaan.
"Yang semestinya, setiap perusahaan itu ada Serikat Pekerjanya. Sekarang, malah turun hanya tinggal 7 ribuan," katanya.
Namun, kata dia, yang menarik struktur organisasi di Indonesia tumbuh kuat ke atas. Tapi, basisnya keropos. Saat ini, jumlah konfederasi ada 14 dan Federasi ada 120.
"Di kita, banyak perusahaan yang tak punya serikat pekerja. Tapi ada satu perusahaan yang memiliki sampai lima federasi," katanya.
Hanif berharap, ke depan semua perusahaan bisa memiliki serikat pekerja. Begitu juga dengan BUMN, semua karyawannya harus dipastikan masuk dalam serikat pekerja.
"Bahkan, kami perjuangkan terus agar pegawai BUMN ini ada perjanjian kerja bersama. Kalau hanya pakai PP (peraturan pemerintah) ga mutu kalau BUMN andalannya PP," katanya.
Hanif pun, meminta agar semua pegawai BUMN bisa menjadi contoh perusahaan swasta yang lain. Ia ingin, gerakan buruh bisa besar. Bahkan, gerakan buruh ini bisa kokoh dan solid."Kerja sama bipartid harus diperkuat. Harus buat schedule jelas dengan managemen bahkan dirutinkan maka bisa menyelesaikan berbagai permasalahan," katanya.