REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Tuan Guru Bajang (TGB) berinteraksi dengan Forum Tani Muda Jawa Tengah. Interaksi dilakukan Pondok Pesantren Wakaf Literasi Islam Indonesia (Wali), Candirejo, Tuntang, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah (Jateng) pada Rabu (28/3).
Gubernur NTB dua periode ini tiba di lokasi sekitar pukul 16.30 Wita, dan langsung diminta untuk menanam tanaman pakan indigofera. TGB mencangkul sendiri sebelum menanam tanaman pakan tersebut, serta membacakan doa agar menuai hasil yang baik dan mendapat keberkahan.
TGB mengatakan, ada tiga hal besar yang patut menjadi perhatian bersama, yakni pangan, energi, dan air. Ketiga hal ini kerap menimbulkan pertikaian, bahkan peperangan, tak hanya di masa lalu, melainkan untuk masa depan.
TGB menilai, kebutuhan manusia akan pangan tidak akan pernah berkurang karena jumlah populasi manusia yang terus meningkat. Sementara lahan subur tidak sebanyak kebutuhan manusia.
"Makanya kalau ada yang lirik Indonesia, karena mereka lihat masa depan. Indonesia potensial sebagai negara yang mensuplai kebutuhan pangan dunia pada saat negara lain kesulitan untuk itu," ujar TGB saat berinteraksi denganForum Tani Muda Jawa Tengah di Pondok Pesantren Wakaf Literasi Islam Indonesia (Wali), Candirejo, Tuntang, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah (Jateng), Rabu (28/3).
TGB mengapresiasi kegiatan pertanian dan peternakan yang digagas Forum Tani Muda Jateng yang berada di bawah naungan Ponpes Pondok Pesantren Wakaf Literasi Islam Indonesia (Wali). "Adik-adik sudah benar, masa depan kita di pertanian," ucap TGB.
Gubernur NTB TGB Zainul Majdi bertemu serta berdialog bersama Forum Tani Muda di Salatiga, Semarang, Jawa Tengah, Rabu (28/3). (Humas Pemprov NTB)
TGB mencontohkan soal upaya Pemprov NTB dalam menggenjot produktivitas sapi sejak 2008 yang hanya berkisar 400 ribu sapi. Namun, pada 2013 sudah mencapai lebih dari 1 juta sapi melalui program Bumi Sejuta Sapi.
Angka ini terus meningkat setiap tahunnya. "Kenapa kita dorong dari pemerintah, karena banyak masyarakat melihat sapi bukan aset produktif, tapi aset statis, bukan sebagai sumber ekonomi yang memberikan keuntungan berkelanjutan," lanjut Ketua Organisasi Internasional Alumni Al Azhar Cabang Indonesia tersebut.
Berbicara soal komoditas pertanian, TGB menyampaikan, telah melepas 11.500 ton jagung untuk diekspor ke Filipina pada pekan lalu dalam ekspor tahap perdana. TGB menargetkan, NTB mampu mengekspor 300 ribu ton jagung ke Filipina dan Vietnam pada tahun ini.
TGB optimistis hal ini bisa terealisasi melihat potensi produksi jagung di NTB yang melimpah. Pada 2016, produksi jagung di NTB mencapai 1,1 juta ton, dan meningkat 100 persen pada 2017 dengan 2,124 juta ton jagung.
TGB menilai, NTB bisa menggenjot produktivitas jagung karena adanya kesungguhan. Dalam meningkatkan produktivitas di tengah kondisi lahan yang tidak bertambah, intervensi teknologi yang semakin kuat menjadi suatu keniscayaan.
uan Guru Bajang (TGB) Muhammad Zainul Majdi menanam tanaman pakan indigofera. (Humas Pemprov NTB)
Namun, bukan berarti membombardir tanah dengan pupuk nonorganik, melainkan kembali pada kearifan para orang tua dahulu. Yakni, menyuburkan tanah dengan hal-hal yang baik, dengan pupuk organik, pola tanam yang lebih sehat, dan menanam tanaman yang kondusif terhadap kesuburan tanah.
"Jangan menanam tanaman yang menyebabkan dalam rentang 10-15 tahun, tanah menjadi kering tapi tanam tanaman yang ramah terhadap tanah," kata pria yang gemar bersepeda itu.
TGB menanam indigofera. Dia mengatakan tanaman itu merupakan jenis tanaman yang ramah dan kondusif menjaga kesuburan tanah.
"Yang paling utama harus fokus, ketika pertanian ditekuni baik akan menghasilkan keberkahan luar biasa," ucap TGB.
Pimpinan Pondok Pesantren Wali KH Anis Maftuhin mengatakan, Forum Tani Muda Jateng merupakan bentuk kepedulian ponpes terhadap lingkungan sekitar dan sektor pertanian. "Dengan pertanian kita bisa beramal," ujar Anis.
Ketua Forum Tani Muda Jateng Riyadi mengaku bersyukur bisa berinteraksi dengan TGB yang dikenal memiliki perhatian terhadap sektor pertanian. "Awalnya ini bermula dari kekhawatiran bagaimana nanti bapak ibu kita sudah tidak lagi jadi petani jika anak muda tidak mengerti," kata Riyadi.