REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatra Barat akan mendata populasi burung kuau (Argusianus argus) yang ada di provinsi itu. Pendataan untuk mengetahui jumlah dan perkembangbiakannya.
"Burung kuau merupakan satwa dilindungi dan sudah termasuk langka," kata Kepala Seksi Konservasi Wilayah II BKSDA Sumbar Eka Damayanti di Padang, Selasa (27/3).
Ia menjelaskan berdasarkan pengamatan dan kamera pengintai, burung yang menjadi maskot pada Hari Pers Nasional (HPN) 2018 di Padang itu masih banyak ditemukan di Bukit Barisan dan Kabupaten Agam. "Namun, secara umum populasi satwa itu ada di semua wilayah Sumbar," ujarnya.
Menurutnya ancaman terhadap kelestarian burung ini bisa jadi disebabkan oleh rusaknya habitat akibat kebakaran hutan, kerusakan dan alih fungsi hutan.
BKSDA mencatat hampir tidak ada kasus perburuan dan perdagangan burung yang dilindungi berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 1999 itu di Sumbar.
Oleh sebab itu, pihaknya akan melakukan pendataan dengan menggandeng perguruan tinggi serta lembaga penelitian agar pendataan yang dilakukan benar-benar akurat.
"Bersama perguruan tinggi, lembaga penelitian, dan lembaga swadaya masyarakat di bidang lingkungan tentu hasilnya akan lebih bagus karena nantinya ada orang-orang yang berkompeten dan berpengalaman," katanya.
Menurut dia pelestarian burung kuau dapat menjadi edukasi bagi generasi penerus, apalagi saat ini fauna identitas Provinsi Sumbar tersebut mulai tidak banyak dikenal lagi, terutama oleh generasi muda.
Burung kuau memiliki ciri khas berukuran besar dengan berat mencapai 10 kilogram. Kuau jantan dapat mencapai panjang 2 meter dan memiliki bulu ekor yang panjang dengan motif bulat berwarna cerah dan berbintik-bintik keabu-abuan. Sedangkan betinanya memiliki kuran tubuh sekitar 75 sentimeter.
"Makanan unggas ini buah-buahan yang jatuh, biji-bijian, siput, semut, dan berbagai jenis serangga," kata Eka.