Selasa 27 Mar 2018 14:10 WIB

Desa Wisata NTT Lebih Diminati Wisatawan Eropa

Dari 100 wisatawan lebih dari 60 persen di antaranya dari Eropa.

Desa Wisata. Ilustrasi
Foto: Yukpiknik
Desa Wisata. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Wisatawan mancanegara dari Eropa memiliki minat lebih besar mengunjungi desa-desa wisata di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Hal itu diungkapkan Ketua Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Provinsi Nusa Tenggara Timur, Mesakh Toy.

"Market utama desa wisata kita di NTT lebih banyak diminati turis mancanegara dari Eropa, misalnya dari 100 wisatawan yang kami layani lebih dari 60 persen di antaranya dari Eropa," kata Mesakh Toy di Kupang, Selasa (27/3).

Ia menyebutkan sejumlah wisatawan mancanegara yang lebih dominan dilayani para pemandu wisata dari HPI NTT berasal dari negara-negara seperti Italia, Jerman, Belanda, Spanyol.

"Mereka meminati desa-desa wisata di provinsi ini karena keaslian budaya yang dipertahankan serta didukung alam yang masih natural," kata Mesakh.

Ia mencontohkan sejumlah desa adat di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Pulau Tumor, yaitu Fatumnasi, Benteng None dan Desa Boti.

"Di Fatumnasi, ada rumah adat obet bobo (rumah bulat) yang unik kemudian didukung pemandangan alam Pegunungan Mutis yang menambah daya tariknya," katanya.

Menurutnya, minat wisatawan asing berkunjung ke desa-desa wisata penting dipertahankan karena daya tarik yang ada sudah terbukti membuat wisatawan bisa berlama-lama berkunjung ke daerah itu.

"Ada wisatawan dari Eropa yang kami layani bisa sampai dua minggu di Pulau Timor, kemudian pindah ke desa wisata di Sabu, Rote, Alor dan lainnya," katanya.

Ia mengatakan keberadaan desa-desa wisata perlu diperkuat, tidak hanya pembangunan infrastruktur pendukung seperti akses jalan, jaringan telekomunikasi, namun yang lebih utama terkait kesiapan masyarakatnya.

Di antaranya, dari tata cara masyarakat desa wisata menerima tamu harus dibimbing secara baik. Selain itu bagaimana menjaga aspek Sapta Pesona (aman, tertib, bersih, sejuk, indah, ramah tamah dan kenangan).

Selain itu, lanjutnya, jika ada tempat penjualan suvenir di desa wisata maka warga perlu dibina agar tidak menaikkan harga barang jualannya ketika hendak dibeli wisatawan.

"Ini hal sederhana namun penting diperhatikan, kalau harga satu buah produk kerajinan tangan Rp 5.000 tapi karena ada wisatawan asing tiba-tiba menjadi Rp 10.000 maka wisatawan akan merasa tidak nyaman," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement