REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Calon wakil gubernur Jatim, Emil Elestianto Dardak berpendapat, membela serta memproteksi pedagang kecil atau UMKM tidak perlu dengan semboyan berapi-api, atau sebatas bilang pro 'wong cilik'. Tapi, menurutnya perlu inovasi bersama, yang kemudian diwujudkan ke dalam wadah keratif yang berpihak pada masyarakat.
Pemikiran tersebut disampaikan Emil saat menerima elemen masyarakat yang terdiri dari Pedagang Kaki Lima (PKL), pedagang tradisional, grosir, serta UKM se-Jawa Timur di Rumah Aspirasi, Jalan Diponegoro, Surabaya, Senin (26/3). Komunitas pedagang yang menamakan diri Relawan Perjuangan Anak Bangsa itu hadir di Rumah Aspirasi itu menyampaikan terkait berbagai persoalan ekonomi kerakyatan.
Emil menambahkan, salah satu inovasi yang telah dikembangkan di Trenggalek yakni communal branding, alias menciptakan merek milik bersama. "Karena pelaku UMKM tidak akan mampu membuat citra brand sendiri karena terlalu mahal," kata Emil.
Emil menjelaskan, di Trenggalek, communal branding diterapkan pada pengrajin batik desa. Sehingga, satu merek yang sudah diakui di satu mal ternama di Jakarta, bisa menyerap hasil perajin batik di Trenggalek dengan satu merek.
"Ada namanya batik Terang Ing Galih yang menjadi brand batik Trenggalek. Kalau UMKM suruh menanggung resiko bisnis sendirian, kan susah," ujar Emil.
Sebaliknya, kata Emil, UMKM harus memainkan peran standing on the shoulder of giants (berdiri di atas pundak raksasa). Yakni bersinergi dengan BUMN dan perusahaan besar lainnya, jika produk yang dikembangkan ingin besar dan manfaatnya bisa dirasakan bersama-sama.
"Nah, ini bisa dicapai karena tadi communal branding. Makanya ada namanya batik Terang Ing Galih yang menjadi brand batik Trenggalek. Kalau UMKM disuruh menanggung resiko bisnis sendirian, ya susah, berat," kata Emil.