Jumat 23 Mar 2018 09:28 WIB

Aktivis Indonesia-Singapura Kolaborasi 'Jihad Kemanusiaan'

Ini bisa juga dijadikan sebagai pendekatan alternatif untuk upaya deradikalisasi

1. Noor Huda Ismail (baju putih) dari Yayasan Prasasti Perdamaian dan Hassan Ahmad (kaus hitam) dari Lembaga Kemanusiaan Mercy Relief, Lien Aid dan Corporate Citizens Foundation (CCF) Singapura, saat acara Counter Violence Extremism (CVE) Communication Workshop di Jakarta, pekan lalu.
Foto: YPP
1. Noor Huda Ismail (baju putih) dari Yayasan Prasasti Perdamaian dan Hassan Ahmad (kaus hitam) dari Lembaga Kemanusiaan Mercy Relief, Lien Aid dan Corporate Citizens Foundation (CCF) Singapura, saat acara Counter Violence Extremism (CVE) Communication Workshop di Jakarta, pekan lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dua aktivis kemanusiaan dari Indonesia dan Singapura sepakat menggelar kolaborasi jangka panjang untuk sama-sama ambil bagian dalam isu-isu kemanusian ke depan.

Dua pegiat kemanusiaan tersebut adalah Noor Huda Ismail selaku pendiri Yayasan Prasasti Perdamaian (YPP) dari Indonesia yang bergerak di bidang deradikalisasi terorisme, serta Hassan Ahmad pegiat kemanusiaan asal Singapura yang telah mendirikan dan memimpin tiga lembaga kemanusiaan; Mercy Relief, Lien Aid dan Corporate Citizens Foundation (CCF). 

Dalam siaran persnya, Jumat (23/3), Huda menyebut energi tidak dapat dihilangkan tetapi hanya dapat dialihkan. Itu meminjam hukum Fisika. Demikian juga energi dari para eks pelaku teror yang ada.

“Energi mereka harus dialihkan ke hal-hal positif,” kata Huda saat kegiatan Counter Violence Extremism (CVE) Communication Workshop yang digelar Prasasti Production YPP di Park Hotel, Cawang, Jakarta Timur, DKI Jakarta, pada 14-16 Maret lalu. 

Salah satu cara yang akan dilakukan untuk upaya ini adalah mencoba mengalihkan energi mereka untuk isu-isu kemanusian. Kerja sama ini digagas untuk mewadahi itu. Diharapkan, ini bisa juga dijadikan sebagai pendekatan alternatif untuk upaya deradikalisasi. “Jadi ketika sudah ada wadahnya, mereka bisa dikirim untuk misi-misi kemanusiaan, misalnya ketika terjadi bencana alam,” katanya.

Sementara itu, Hassan pada kegiatan tersebut berbagai pengalaman tentang kegiatan-kegiatan kemanusiaan yang sudah dilakukan. Mulai dari misi kemanusiaan di daerah konflik di Timur Tengah hingga bencana alam termasuk di Filipina maupun negara-negara lain.

“Upaya kemanusiaan harus terlepas dari agama, ras ataupun kewarganegaraan,” sebut Hassan, yang juga merupakan konsultan kebijakan untuk badan-badan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan ASEAN.

Untuk kerja sama ke depan dengan YPP ini, Hassan mengaku antusias. Apalagi, kata dia, Indonesia merupakan negara yang mempunyai tingkat kerawanan kebencanaan yang cukup tinggi. 

“Ini bisa menjadi wadah bagi mantan teroris untuk menyalurkan semangat perjuangan mereka, dari jihad angkat senjata yang menimbulkan kerusakan beralih ke jihad yang berdasarkan niat baik, kesejahteraan, dan pembangunan,” lanjut Hassan. 

Dalam waktu dekat, akan segera dibentuk badan kemanusiaan. Tentu saja, juga akan diadakan pelatihan, prinsip, filosofi dan mekanisme kerja kemanusiaan sesuai standar internasional. 

Sementara itu, Kharis Hadirin, perwakilan dari YPP yang sedang mengerjakan proyek kerja sama ini, menyebut kemanusiaan diharapkan jadi platform unik untuk masuk di level sosial yang lebih global.

“Di awal tahun 2018 ini sudah mulai digarap, mudah-mudahan dalam waktu dekat segera dibentuk. Nantinya akan melibatkan berbagai macam elemen, tidak mesti harus agama yang sama, semuanya bisa bergabung,” kata Kharis.

Melalui kegiatan ini, sebut Haris, diharapkan juga bisa membuka ruang diskusi baru terutama bagi anggotanya sendiri untuk bisa bersikap toleran. Peserta yang diundang dalam acara tersebut berjumlah 30 orang, terdiri atas ustaz, ustazah dan eks teroris.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement