REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Ratna Dewi Pettalolo, mengatakan, pihaknya sedang melakukan kajian terhadap potensi dampak kasus penyalahgunaan data oleh lembaga konsultan politik asal Inggris, Cambridge Analytica, terhadap pelaksanaan Pemilu 2019. Menurut Ratna, pihaknya pun sedang mempersiapkan antisipasi jika kasus serupa nantinya terjadi di Indonesia.
"Soal dampak dari kasus Cambridge Analityca, masih dalam kajian Bawaslu. Kami masih mengkaji potensi dampak kasus itu terhadap pemilu di Indonesia," ujar Ratna melalui pesan singkat kepada Republika, Kamis (22/3).
Atas kajian itu, Bawaslu nantinya melakukan persiapan jika kasus penyalahgunaan data semacam itu terjadi dalam pemilu. "Benar sudah persiapan untuk antisipasi. Namun untuk pelaksanaan Pilkada 2018, kami belum memikirkan hingga ke sana. Kami masih fokus kepada ujaran kebencian, informasi hoaks, kampanye negatif dan kampanye hitam dalam pelaksanaan pilkada tahun ini," jelasnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, mengatakan kasus Cambridge Analytica, sebaiknya menjadi refleksi bagi pelaksanaan pemilu dan pilkada di Indonesia. Menurutnya, KPU dan Bawaslu sebagai penyelenggara dan pengawas harus mulai waspada terhadap potensi kejadian serupa.
Terlebih, kata dia, Indonesia menjadi salah satu negara dengan anggota Facebook terbanyak di dunia. "Selain itu, kedua lembaga juga sudah melakukan kesepakatan bersama sejumlah penyedia platform media sosial, salah satunya Facebook. Dengan adanya nota kesepakatan itu, mestinya ada tindak lanjutnya," ujar Titi ketika dihubungi Republika, Kamis malam.
Titi juga mengingatkan, kegiatan penyalahgunaan data oleh Cambridge Analityca dilakukan secara lintas negara. "Kasus ini merupakan peringatan dini kepada penyelenggara pemilu dan pilkada, juga kepada pemerintah. Jangan sampai data pengguna Facebook ini bocor dan disalahgunakan untuk kampanye jahat menjelang pilkada dan pemilu mendatang," tambah Titi.
Sebelumnya, pakar keamanan siber, Pratama Pershadha, mengatakan dunia sedang dikejutkan oleh kabar bocornya data pengguna Facebook sebanyak lebih dari 50 juta akun kepada pihak ketiga. Menurut dia, kabar tersebut menyebar setelah ada pengakuan dari internal Cambridge Analytica bahwa mereka mendapatkan data dari Facebook, kemudian klien mereka menggunakannya.
Salah satu klien Cambridge Analytica adalah Donald Trump yang terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat di akhir 2016. Kabar tak sedap ini membuat saham Facebook turun sebanyak 6,8 persen. Bahkan, diperkirakan akan terus turun.
Selain itu, parlemen Uni Eropa memanggil Mark Zuckerberg untuk hadir di sidang parlemen Uni Eropa di Brussles Belgia. Parlemen Inggris tidak mau ketinggalan meminta penjelasan langsung dari Zuckerberg.