Kamis 22 Mar 2018 11:12 WIB

Edukasi Hadapi Satwa Liar Dinilai Penting

Perlu pemahaman apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan ketika bertemu satwa liar.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Esthi Maharani
Harimau
Foto: WORLD WILD LIFE
Harimau

REPUBLIKA.CO.ID,  SLEMAN -- Pakar konservasi satwa liar Universitas Gadjah Mada (UGM), Muhammad Ali Imron menilai, edukasi penanganan satwa liar bagi masyarakat dan perusahaan yang beroperasi di kawasan hutan sangat penting. Tujuannya, mencegah konflik antara manusia dengan satwa.

Imron menuturkan, edukasi itu penting dilakukan mengingat belum lama ini terdapat dua orang yang tewas diserang harimau di Riau. Bonita, harimau sumatra di Riau itu menewaskan satu pekerja sawit dan satu warga pada Januari 2018 lalu.

"Edukasi mitigasi konflik manusia dengan satwa liar termasuk harimau ini penting dilakukan sebagai antisipasi untuk mencegah konflik antara manusia dan satwa," kata Imron, Rabu (21/3).

Ia merasa, pendidikan penanganan satwa liar penting demi memberi pemahaman masyarakat apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan ketika bertemu satwa liar. Pasalnya, manusia sering menunjukkan reaksi keliru saat berhadapan dengan satwa.

Menurut Imron, reaksi spontan yang muncul seperti berlari membelakangi harimau justru akan memicu harimau untuk melakukan penyerangan. Karenanya, ia mengimbau agar berusaha tenang dan tidak panik saat bertemu satwa liar seperti harimau.

"Mundur pelan-pelan dan jangan berlari membelakangi harimau, harimau itu targetnya menerkam tengkuk mangsanya, jadi kalau posisinya membelakangi harimau pasti akan diserang," ujar Imron.

Indonesia dinilai bisa meniru cara India menghadapi harimau. Pasalnya, India sudah memberi panduan atau upaya-upaya antisipasi untuk menghadapi harimau, terutama kepada orang-orang yang bekerja di kawasan hutan yang dilengkapi topeng wajah menghadap belakang.

Selain hewan yang agresif, Imron berpendapat, penyerangan harimau terhadap manusia di Riau dimungkinkan karena harimau tengah mencari daerah kekuasaan. Harimau muda sendiri sering menyerang salah satunya karena alasan tersebut.

Penyerangan terhadap manusia dinilai bisa terjadi pula karena kondisi harimau yang sakit atau tua, sehingga mengalami penurunan kemampuan mencari mangsa. Kondisi itu membuat harimau mencari mangsa yang relatif mudah.

Selain itu, penyerangan sangat mungkin terjadi lantaran rusaknya habitat harimau akibat alih fungsi lahan. Karenanya, sangat penting memperbaiki habitat alami harimau untuk mengurangi konflik dengan manusia.

"Kalau habitatnya bagus dan mangsa buruannya banyak, tidak akan menyerang manusia," kata Imron.

Sedangkan, dari sisi manusia, posisi saat beraktivitas di hutan seperti menunduk ketika merumput turut memicu aksi penyerangan harimau. Sebab, dengan posisi rendah, manusia sering dianggap sebagai mangsa oleh harimau.

Melihat tingginya resiko konflik itu, ia mengingatkan agar masyarakat selalu waspada saat beraktivitas di hutan. Bagi perusahaan yang beroperasi di sekitar hutan, perlu diberikan prosedur keamanan menghadapi satwa liar dan penerapan skema asuransi terkait itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement