REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Ketenagakerjaan RI M. Hanif Dhakiri bertekad untuk terus memberikan perlindungan yang terbaik bagi para tenaga kerja Indonesia (TKI) yang terancam hukuman mati di luar negeri. Menurut Hanif, tentunya pemerintah akan mengambil pelajaran pascaeksekusi mati yang menimpa Zaini, Ahad (18/3) lalu.
"Jadi jika ada TKI yang terancam hukuman mati kita tahu apa saja yang harus dilakukan. Mulai dari memberikan pendampingan hukum, lalu mengejar pengampunan ahli waris dan lembaga setempat di Saudi atau di timur tengah, langkah diplomatik dan nondiplomatik," kata Hanif saat ditemui di Gedung Kemenaker, Jakarta, Selasa (20/3).
Hanif mengungkapkan, selama ini upaya pemerintah untuk memberikan perlindungan sebenarnya sudah sangat maksimal. Kendati demikian, pemerintah juga perlu menghormati aturan hukum di setiap negara yang bersangkutan.
"Setiap negara memiliki aturan yang berbeda-beda, dan kita pun harus hormati. Tapi dengan seluruh kemampuan pemerintah bekerja, perusahaan memberikan perlindungan pelayanan terbaik," jelas Hanif.
In Picture: Tolak Hukuman Mati, Aktivis Buruh Demo Kedubes Arab Saudi.
Hanif mengatakan, secara umum TKI yang bermasalah adalah TKI yang ilegal. Karena itu, saat ini Hanif akan terus memperkuat negosiasi bilateral agar skema perlindungan TKI bisa berjalan.
"Ya tugas terpenting kami saat ini bagaimana menekan TKI Ilegal. Kami sudah perkuat negosiasi bilateral untuk itu," kata dia.
Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah menegaskan, saat ini pemerintah RI masih memiliki tugas untuk membantu seratusan TKI yang terancam hukuman mati. Sebab, dari catatan Migrant Care setidaknya ada 202 TKI di empat negara yang terancam hukuman mati.
"Malaysia ada 148 orang, Uni Emirat Arab (UEA) ada tiga orang, lalu Singapura ada tiga orang, Arab 21 orang dan Cina 27 orang," kata Anis.