Senin 19 Mar 2018 19:08 WIB

Sebagian Besar Limbah B3 Rumah Sakit Belum Diambil Pengolah

Limbah B3 di rumah sakit se DIY jumlahnya sekitar 3,2 ton per hari.

Rep: Neni Ridarineni/ Red: Yusuf Assidiq
Audiensi ARSSI dengan DPRD DIY.
Foto: Neni Ridarineni.
Audiensi ARSSI dengan DPRD DIY.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Sudah tiga bulan ini, sebagian besar limbah B3 di Daerah Istimewa Yogyakarta  tidak diambil oleh pihak pengolah B3 (PT Ara, red.). Kondisi tersebut karena ada surat dari Kementerian Lingkungan Hidup bahwa pihak pengolah limbah B3 itu dihentikan perizinannya.

Sementara rumah sakit yang sudah mempunyai incinerator yang bisa digunakan untuk mengolah limbah B3 tidak keluar izinnya. "Sehingga incinerator yang ada di beberapa rumah sakit mangkrak dan tidak bisa digunakan lagi," kata Ketua Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) Cabang DIY, Joko Murdiyanto, saat audiensi ARSSI Cabang DIY dengan Ketua DPRD DIY Yoeke Indra Agung Laksana, di Lobby DPRD DIY, Senin (19/3).

Pada kesempatan ini hadir Kepala Dinas DIY Pembayun Setjaningastutie, Ketua Lembaga Ombudsman DIY Suryawan, pimpinan BPJS se DIY, Kasubdit Pencemaran Air Tanah dan B3 Badan Lingkungan Hidup DIY Reni Anggraeni, serta pimpinan BPJS se-DIY.

Menurut Joko, hal ini sudah berlangsung sejak Januari 2018. Padahal limbah B3 di rumah sakit se DIY jumlahnya sekitar 3,2 ton per hari.

Hal itu juga diakui salah seorang pengurus ARSSI DIY Widodo Wirawan. Ia mengatakan setiap hari rumah sakitnya (RS Islam Kalasan) menghasilkan limbah sekitar 1.500 kilogram.

Joko berharap pengolahan limbah ini bisa dilakukan oleh provinsi. Selama ini untuk pengolahan limbah B3 harus ada izin dari Kementerian Lingkungan Hidup yang sulit dan lama dalam mengeluarkan perizinan.

Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan DIY Pembayun mengatakan untuk izin rumah sakit ada di kabupaten/kota. Namun sejak Januari 2018, Sekda DIY atas nama Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X sudah mengirimkan surat ke kabupaten/kota se DIY untuk melakukan pembinaan terkait dengan limbah B3 dan menyediakan cold storage (lahan sebagai penampungan limbah sementara).

Kasubdit Pencemaran Air Cair dan B3 BLH DIY Reni mengatakan sampai saat ini belum ada rumah sakit yang memiliki incinerator yang mendapatkan izin dari Kementeran Lingkungan Hidup sehingga pengolahan limbah harus dilakukan pihak ketiga.

Sementara pihak ketika sejak Januari lalu izinnya juga dihentikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup. Dan, BLH DIY sudah mengirimkan surat ke Kementerian Lingkungan Hidup supaya izin incinerator yang ada di rumah sakit di DIY supaya segera dipercepat. "Karena sampai sekarang belum ada rumah sakit di DIY yang bisa mengolah limbah B3 sendiri. Sehingga limbah B3 diDIY semakin menumpuk," kata dia.

Namun, ungkapnya, surat balasan dari Kementerian Lingkungan Hidup baru diterima 16 Maret. Sementara isi surat dari Kementerian LH tersebut meminta agar pihaknya mengirimkan data volume limbah rumah sakit di DIY paling lambat 14 Maret. Padahal, paparnya, surat baru diterima 16 Maret.

"Kami tidak tahu setelah diisi mau diapakan? Meskipun demikian kami tetap berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan DIY untuk mengirimkan surat balasan tersebut dan kami berharap DPRD DIY untuk mengawal surat balasan kami dan untuk mempertanyakan kelanjutan dari surat tersebut mau diapakan?" kata Reni.

Ketua DPRD DIY Yoeke Indra Laksana bersedia mengirimkan surat kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Presiden terkait permasalahan limbah B3 yang ada di DIY. Pihaknya juga minta kepada bupati/wali kota se DIY supaya menindaklanjuti surat dari Gubernur DIY melalui Sekda DIY untuk menyediakan cold storage.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement