REPUBLIKA.CO.ID, SUMBAWA -- Pemerintah Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB) akan mengembalikan kejayaan kedelai. Dahulu, Sumbawa terkenal sebagai daerah produsen kedelai terbesar di NTB.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Sumbawa Tarunawan mengatakan, Sumbawa bahkan mampu mengekspor kedelai ke Hong Kong dan negara-negara lain pada tahun 2000-an.
"Dengan masuknya jagung, kedelai tergantikan. Sekarang kita coba lagi dengan model tanam relay," ujar dia, Senin (19/3). Model tanam relay cropping dikenal juga dengan tanaman bersisipan.
Hal tersebut perlu dilakukan karena sulit untuk mengandalkan monokultur, mengingat pilihan utama petani adalah bertanam jagung dan beras.
Nantinya, ia menambahkan, pihaknya akan memanfaatkan lahan kering yang ada seluas 258 ribu hektare untuk lahan kedelai. Saat ini lahan kering yang ada baru termanfaatkan sekitar 125 ribu hektare.
"Jadi bisa kita pacu untuk jagung dan kedelai dengan model relay planting," ujar dia.
Enggannya petani menanam kedelai karena harga dan pasar yang tidak menentu. Padahal, jika ada jaminan pembelian kedelai oleh pemerintah, pihaknya yakin petani siap memproduksi kedelai.
"Sekarang kan dibeli swasta, tidak ada harga yang diatur maka seenaknya," kata Tarunawan.
Harga beli saat ini berada di angka Rp 3.000 hingga Rp 4.000 per kg. Padahal ada peraturan Menteri Perdagangan yang menetapkan harga Rp 8.500 per kg untuk kedelai. Namun menurutnya, penugasan untuk Bulog menyerap dengan harga tersebut tidak berjalan dengan baik sehingga tidak ada rangsangan bagi petani.
"Kalau bertindak kan enak, kita bisa sarankan petani untuk tanam. Selama Bulog nggak beli, ya nggak akan berani," ujarnya.