REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman mengusulkan agar calon kepala daerah (cakada) yang ditersangkakan karena kasus korupsi didiskualifikasi dari kontestasi pilkada. Menurut dia, usulan tersebut dinilai mampu memberikan efek jera kepada partai pengusung ataupun masyarakat pemilih agar ke depan tidak sembarangan memilih calon.
"Namun dengan catatan, diskualifikasinya itu harus dibikin spesifik kasus tertentu saja. Misalnya hanya karena kasus korupsi, atau kasus tertentu lainnya," kata Arif seusai sebuah diskusi di Jakarta, Sabtu (17/3).
Karena itu, Arief mengaku tidak sependapat dengan usulan revisi peraturan KPU (PKPU) agar calon kepala daerah (cakada) yang ditersangkakan kasus korupsi langsung diganti. Usulan tersebut menurut dia, berpotensi menimbulkan sikap acuh tak acuh bagi partai politik atau masyarakat yang mengusung cakada tersebut.
"Saya tidak setuju (revisi PKPU) karena kalau calon kepala daerah yang ditersangkakan karena kasus korupsi boleh diganti, maka ke depan ini tidak jadi perhatian serius bagi parpol atau siapapun yang mengusung. Maka bagi saya, ya tetap saja begini (tidak ada revisi) supaya semua nanggung resiko," kata Arief.
Dia melanjutkan, saat ini masyarakat akan dihadapkan pada tahapan pilkada yang cukup penting yaitu pemilihan langsung atau pemungutan suara. Untuk menuju tahapan itu, jelas Arief, masyarakat perlu benar-benar diedukasi dan disuguhkan informasi secara akurat dan gamblang terkait cakada yang mencalonkan diri untuk menjadi pemimpin di daerahnya.
Karena itu, tugas utama penyelenggara pemilu saat ini yakni mengoptimalkan informasi-informasi tersebut secara komplet. Sehingga diharapkan, masyarakat akan memilih cakada yang benar-benar mampu membawa daerahnya ke arah lebih baik.
"Kita sekarang sudah bisa akses data pemilih atau informasi lain. Dari sekarang juga gampang sekali untuk mengkritik KPU ketika ada nama calon yang belum terdapat informasi," kata dia.