REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pornografi bisa merusak otak anak yang dapat menyebabkan perubahan kepribadian, gangguan emosi, dan kerusakan moral. Itu diungkapkan Asisten Deputi Perlindungan Anak dalam Situasi Darurat dan Pornografi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Valentina Ginting, Jumat (16/3).
"Ada perbedaan struktur otak anak yang sudah adiksi dengan pornografi, dengan yang tidak," kata dia di kantor Kementerian PPPA Jakarta, Jumat (16/3).
Dalam penelitian KPPPA bekerja sama dengan Yayasan Buah Hati tentang kerusakan otak anak tersebut menggunakan alat "Magnetic Resonance Imaging" (MRI) untuk memperlihatkan gambaran perbedaan itu.
Otak yang mengalami kerusakan itu adalah salah satu bagian dari otak depan yang disebut Pre Frontal Cortex (PFC). "Pre Frontal Cortex ini akan menciut dengan tersebarnya dopamin yang menutupi otak itu dan mengecil," kata Valentina.
Penjelasan singkatnya, ketika seorang anak yang sudah sering, atau bahkan adiksi melihat konten pornografi otak akan memproduksi zat kimia otak yang bernama dopamin. Zat dopamin ini memberikan rasa senang, penasaran, dan kecanduan. Dopamin merupakan zat kimia yang juga bisa aktif saat seseorang mengonsumsi narkotika.
PFC adalah pusat kendali manusia yang memengaruhi untuk menentukan pilihan, menilai baik dan buruk, norma, dan moral. Ketika Pre Frontal Cortex rusak dampaknya bisa mengubah kepribadian seseorang, tidak bisa menilai mana baik dan buruk, bahkan tidak mengenali norma-norma.
Akan tetapi kerusakan PFC ini tidak berpengaruh pada intelegensi anak. "Dia masih tetap bisa berprestasi di sekolah, berprestasi di kantor," kata dia. Namun Valentina membedakan antara anak yang baru terpapar konten pornografi dengan anak yang sudah adiksi terhadap pornografi.
Dia menyebutkan anak bisa disebutkan teradiksi dengan pornografi bila dia sudah pernah terpapar konten pornografi lebih dari 20-30 kali. Adiksi terhadap pornografi ini disebut dengan Narkotika Lewat Mata atau Narkolema.