REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar) terus menggenjot implementasi program Sekolah Ramah Anak (SRA). Khususnya, di SMA atau SMK se-Jawa Barat.
Menurut Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Jawa Barat, Netty Heryawan, salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh pihak sekolah untuk menyukseskan program tersebut adalah dengan memasang pelang SRA yang di dalamnya tercantum tiga nomor telepon. Sehingga, seluruh siswa dapat menghubungi jika terjadi kekerasan.
"Ketiga nomor tersebut ialah nomor telepon kepala sekolah yang bersangkutan, nomor telepon lembaga pengaduan layanan yang menangani kasus terkait seperti P2TP2A, serta nomor telepon unit PPA kepolisian setempat," ujar Netty kepada wartawan, Kamis (15/3).
Netty berharap, para siswa akan terdorong untuk meningkatkan awareness mereka terhadap ancaman kekerasan. Ini harus didorong terus agar anak-anak berani melapor pada guru atau orang dewasa yang diyakini bisa memberikan bantuan.
"Jika ada indikasi-indikasi kekerasan, narkoba, pergaulan bebas, dan sebagainya mereka harus berani melapor," kata Netty.
Hal ini juga, kata dia, menjadi early warning system bagi orang-orang yang berniat melakukan kejahatan, kekerasan, percobaan menawarkan narkoba maupun hal-hal yang dapat merusak di lingkungan sekolah. Selain itu, Netty juga mengimbau pada para guru untuk melakukan dialog dengan para siswa guna menghadirkan proses belajar mengajar yang menyenangkan, sehingga siswa merasa betah di sekolah. Lebih khusus Netty meminta agar guru hendaknya mengajari tanda-tanda kedewasaan, kesehatan reproduksi, dan konsep diri para seluruh siswa.
"Hal tersebut, sangatlah penting agar siswa dapat mengenali tindakan apa saja yang termasuk kekerasan dan dampak negatif yang bisa timbul pada dirinya," katanya.
Netty mengatakan, pihaknya sengaja melakukan kunjungan salam bentuk roadshow ke SMA dan SMK di Jawa Barat, untuk memastikan bahwa program SRA telah diimplementasikan secara merata. Sehingga sekolah tidak lagi menjadi penjara bagi siswa dan mampu membentuk karakter peserta didiknya.
"Sekolah bukan hanya tempat untuk transfer knowledge, tapi juga membentuk karakter dan akhlaqul karimah," kata Netty.
Netty menilai, sebetulnya semua sekolah siap untuk konsep Sekolah Ramah Anak mereka juga sangat sepakat. Hal utama yang menjadi kunci adalah proses pembelajaran dibangun dengan suasana yang menyenangkan, sikap guru yang memposisikan sebagai orangtua dan murid-murid sebagai anaknya, sehingga memudahkan anak menerima pelajaran.
"Untuk Jawa Barat sendiri, 80 persen sekolah di Jabar menerapkan tiga konsep Sekolah Ramah Anak, yang meliputi pemenuhan unsur software, hardware, dan brainware," katanya.