Rabu 14 Mar 2018 21:00 WIB

Beda Pendapat Sandi dan Kepala Dinas Soal DP Nol

Terkait kriteria penerima manfaat program rumah DP nol.

Rep: Sri Handayani/ Red: Angga Indrawan
Warga melihat maket hunian DP Nol Rupiah berupa rumah susun sederhana milik (rusunami) di Kantor Informasi Klapa Village, Pondok Kelapa, Jakarta, Ahad (21/1).
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Warga melihat maket hunian DP Nol Rupiah berupa rumah susun sederhana milik (rusunami) di Kantor Informasi Klapa Village, Pondok Kelapa, Jakarta, Ahad (21/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Salahuddin Uno dan Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Agustino Darmawan masih berbeda pendapat soal batas penghasilan untuk pengajuan program rumah dengan uang muka (down payment/DP) nol rupiah. Hal ini tampak dari jawaban yang diberikan saat sosialisasi rumah DP nol untuk jurnalis di Balai Kota. 

Pada awalnya, Sandiaga menjelaskan tentang kriteria penerima manfaat program rumah DP nol. Salah satu kriteria yang harus dipenuhi adalah penghasilan total rumah tangga penerima tidak melebihi Rp 7 juta. 

"Penghasilan total rumah tangga, total ya, sampai Rp 7 juta," kata Sandiaga di Lantai 22 Gedung Blok G, Kompleks Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Rabu (14/3). 

Menurut Sandiaga, ini merupakan klasifikasi target pasar yang ingin disasar Pemprov DKI dalam program rumah DP nol. Sasaran yang dimaksud yaitu keluarga dengan kombinasi penghasilan maksimal sekitar Rp 7 juta dan minimal sesuai upah minimum provinsi (UMP). 

"Kita tahu UMP sudah dirilis Rp 3,6 juta. Jadi kalau dua-duanya beraktivitas total penghasilan rumah tangga bisa Rp 7 juta, mereka bisa masuk menjadi target market program rumah DP nol," kata dia.  

Dalam sesi tanya jawab yang tidak dihadiri Sandiaga, seorang wartawan mengonfirmasi keterangan tersebut dan dijawab oleh Agustino. Menurut dia, program rumah DP nol ditujukan bagi warga berpenghasilan Rp 4-7 juta. 

Jumlah ini bisa dipenuhi secara gabungan maupun perseorangan. Warga masih bisa mendaftar program ini walaupun total penghasilan keluarga lebih dari Rp 7 juta, selama penghasilan salah satunya tidak lebih dari angka tersebut. 

"Itu maksimal penghasilan. Kalau di FLPP itu maksimal Rp 7 juta. Jadi kalau istri Rp 7 juta, suami Rp 7 juta, maksimal, itu enggak masalah," kata Agustino. 

Ia menambahkan, hal ini tidak berlaku apabila penghasilan salah satu di antara suami maupun istri melebihi Rp 7 juta. "Kalau salah satu istrinya atau suaminya lewat dari Rp 7 juta enggak boleh lagi karena kan lewat dari Rp 7 juta. Kan disebutkan dalam FLPP maksimal Rp 7 juta," kata dia.

Pada doorstop malam hari, wartawan kembali memastikan hal tersebut kepada Sandiaga. Politikus Partai Gerindra ini tetap pada pendiriannya bahwa program ini ditujukan untuk keluarga berpenghasilan total Rp 7 juta ke bawah. 

"Filosofinya combine household income. Jadi itu kombinasi suami dan istri Rp 7 juta," kata dia. 

Hal ini merupakan filosofi yang ingin dibangun bersama Gubernur Anies Baswedan ketika awal menggagas program Rumah DP nol. Secara filosofi, program ini ditujukan bagi warga kelas menengah ke bawah, yaitu masyarakat berpenghasilan minimal sesuai UMP. 

Menurut Sandiaga, konsep awal ini akan dibahas lebih lanjut oleh Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman. Hasil pembahasan ini akan kembali disosialisasikan kepadanya.  

Sandiaga menolak batas gaji ini diperdebatkan. Bagi dia, kembali kepada filosofinya, ia ingin menyediakan hunian yang terjangkau bagi kelas menengah ke bawah. 

"Gitu aja kok repot sih? Kenapa dibuat perdebatan gitu. Pokoknya di bawah antara upah minimum sekitar Rp 7 juta bisa untuk DP nol, di bawah itu cocoknya ke rusunawa. Di atas itu ya biar private market. Itu konsep daripada pengadaan perumahan," kata dia. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement