REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rektor Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) Prof Asep Saefuddin menyarankan penggabungan atau merger perguruan tinggi dilakukan secara sistematis. Bukan bersifat sukarela seperti saat ini.
"Kalau sukarela seperti saat ini, sedikit yang mau merger karena bagaimanapun perguruan tinggi swasta (PTS) meski kecil tapi merupakan sumber penghasilan," ujar Asep usai penandatanganan nota kesepahaman UAI dengan Institut Pertanian Bogor (IPB) pembukaan program studi gizi dan pangan di Jakarta, Rabu (14/3).
Menurut dia, seharusnya Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi dan Kopertis yang menaungi PTS melakukan pemetaan.
"Baru kemudian diambil tindakan apa yang harus dilakukan jika sudah dipetakan," tambah dia.
Untuk penggabungan pemerintah juga perlu membiayai penggabungan perguruan tinggi tersebut. Asep menyebut di UAI sudah ada beberapa perguruan tinggi yang menghubungi untuk bergabung.
"Jadi harus sistematis untuk proses merger tersebut. Jangan seperti saat ini, banyak perguruan tinggi, tetapi secara nasional kita rugi karena kualitasnya masih jauh dari yang diharapkan," kata dia.
Kemristekdikti mendorong agar PTS di Tanah Air terutama yang kecil dan kemampuan finansial lemah untuk bergabung. Tujuannya untuk meningkatkan kualitas dan juga kemampuan finansial.
Saat ini jumlah perguruan tinggi negeri maupun swasta tergolong cukup besar yaitu mencapai 4.579 kampus. Jauh dibandingkan Tiongkok yang hanya memiliki 2.824 kampus dengan penduduk yang mencapai 1,4 miliar jiwa.
Meski demikian, Menristekdikti Mohamad Nasir mengakui bahwa penggabungan PTS bukanlah hal yang mudah, contohnya pelepasan perguruan tinggi dibawah Kementerian Agama (Kemenag) yang berlanjut pada penggabungan kampus belum bisa terwujud karena kampus tersebut masih dibawah naungan Kemenag.