Rabu 14 Mar 2018 13:19 WIB

Kapolri Prediksi Tensi Pilkada Serentak 2018 tak Panas

Tito membandingkan beberapa faktor Pilkada 2018 dengan Pilkada DKI pada 2017.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Andri Saubani
Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian (tengah) bersama Wakapolri Komjen Pol Syafruddin (kanan) mengikuti rapat kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (14/3).
Foto: ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian (tengah) bersama Wakapolri Komjen Pol Syafruddin (kanan) mengikuti rapat kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (14/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian memprediksi, pilkada serentak yang akan digelar di 171 wilayah relatif lebih dingin tensinya dibandingkan dengan Pilkada DKI Jakarta pada 2017 lalu. Hal ini karena adanya perbedaan faktor latar belakang dalam kontestasi pemilihan kepala daerah tersebut.

"Kami melihat pilkada serentak ini kemungkinan situasi yang mungkin kurang begitu bagus seperti Pilkada DKI, kecil kemungkinan terjadi di wilayah," ujar Tito dalam rapat dengan Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (14/3).

Tito menjelaskan, dalam Pilkada DKI Jakarta, paling tidak terdapat sejumlah faktor yang membuat situasinya relatif memanas. Faktor tersebut di antaranya, latar belakang salah satu pasangan calon, keagamaaannya, dan faktor keturunan. "Ditambah mungin ada beberapa pihak yang kurang nyaman dengan cara berbicara salah satu calon," kata Tito.

Di samping itu, terjadi head to head partai pendukung pemerintah dan oposisi yang berseberangan mengusung calon masing-masing. Dalam pilkada serentak ini, unsur head to head banyak yang tidak terjadi. Pasalnya, banyak crossing (koalisi) antara partai pendukung pemerintah dan partai oposisi dalam mengusung cakon tertentu. "Ini bisa menjadi mesin pendingin," ujar Tito.

Disamping itu isu mengenai keagamaan, latar belakang agama, suku, dan keturunan ras yang sensitif tidak banyak muncul terjadi di wilayah. Mungkin hanya 1-2, tertentu yg memiliki faktor itu dan ini tentu akan kita berikan atensi dan pengamanan khusus ditempat itu dlm rangka mendinginkan suasana.

Untuk pengamanan pilkada serentak, Polri telah menggelar operasi yang namanya mantap praja dan berkordinasi dengan stakeholder terkait. Di sejumlah daerah, Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) yang dikenal sebagai oposisi pemerintah diketahui berkoalisi dengan partai besar pro-pemerintah seperti Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Daerah tersebut misalnya pada Pilkada Maluku, Jawa Timur dan Papua.

Di Maluku, Gerindra berkoalisi dengan PDIP mengusung Murad Ismail dan Barnabas Oro. Selain itu, di Jawa Timur, keduanya juga berkoalisi mengusung Saifullah Yusuf alias Gus Ipul dan Puti Guntur Soekarno. Di Papua, Gerindra dan PDI P mesra mengusung John Wempi Wetipo yang berpasangan dengan Habel Suwae Melkhias. Belum lagi, koalisi-koalisi yang terjadi pada calon bupati maupun wali kota.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement