Senin 12 Mar 2018 14:52 WIB

Memetik Hikmah dari Pelarangan Cadar

UIN Suka mencabut kebijakan pelarangan bercadar.

Wanita bercadar.  (ilustrasi)
Foto: AP/Dar Yasin
Wanita bercadar. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Fauziah Mursid, RR Laeny Sulistyawati, Muhyiddin, Eric Iskandarsjah Zulkarnain

JAKARTA -- Keputusan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (UIN Suka) Yogyakarta mencabut kebijakan pembinaan mahasiswi bercadar disambut baik berbagai kalangan. Wakil Ketua Komisi X DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Abdul Fikri Faqih berharap kebijakan serupa tidak terulang lagi.

"Jangan lagi ada surat keputusan (SK) atau surat yang terbit tanpa ada pertimbangan yang menjadi dasar penetapan keputusan. Ini untuk (menegakkan) kebebasan ilmiah di kampus," ujar Faqih saat dihubungi  Republika.co.id dari Jakarta, Ahad (11/3).

Kalau kemudian terjadi di pembatasan, kata dia, itu artinya kampus telah menjadi alat kekuasaan untuk membatasi gerak. Padahal, semua inovasi dan kreasi, bahkan semua perubahan yang terjadi di Tanah Air berbasis pada mahasiswa/i.

"Ini (pembinaan mahasiswi bercadar) memalukan, menurut saya," katanya. Faqih menambahkan, apa pun yang petinggi kampus lakukan mesti berdasarkan kajian, dialog, dan klarifikasi, apalagi terkait tridharma perguruan tinggi yang mesti ditegakkan, yaitu kebebasan sebesar-besarnya untuk penelitian hingga pengabdian kepada masyarakat.

photo
Cadar di UIN Suka

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Jazilul Fawaid, mengapresiasi keputusan Rektor UIN Suka Yudian Wahyudi yang mencabut larangan penggunaan cadar. "Revisi aturan itu biasa. Kami salut atas sikap Pak Rektor yang mengutamakan kepentingan kampus agar kondusif," ujar Jazilul saat dihubungi Republika.co.id dari Jakarta, Sabtu (10/3).

Namun, dia melanjutkan, PKB tetap memberikan dukungan kepada Rektor UIN Suka untuk terus melakukan pembinaan dan mencegah radikalisme di kampus. Wakil Sekretaris Jenderal PKB itu pun berharap agar kejadian serupa tidak terulang. Ke depan, setiap kebijakan kampus perlu dipertimbangkan secara matang agar wacana kebijakan tidak mengundang protes dari banyak pihak. "Aturannya dibikin secara cermat dan tidak melawan akal sehat," kata Jazilul.

Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Cholil Nafis berharap pencabutan kebijakan pembinaan mahasiswi bercadar oleh UIN Suka diikuti kampus-kampus lain. "Apalagi sampai mengancamnya DO (drop out)," ujar Kiai Cholil kepada Republika.co.id di Jakarta, kemarin.

Ia mengatakan, seorang pemimpin harus mengetahui mana yang substansial dan mana yang sifatnya simbolis. Menurut Kiai Cholil, menumpas radikalisme adalah masalah substansial yang harus dilawan dengan memberi pemahaman alternatif agar menjadi umat wasathiyah.

Pada Sabtu (10/3), Rektor UIN Suka Yudian Wahyudi mencabut Surat Rektor No. B- 1301/Un02/R/AK.00.3/02/201 8 tentang Pembinaan Mahasiswi Bercadar. Pencabutan tercantum dalam surat keputusan yang ditandatangani Yudian.

"Pencabutan kebijakan tersebut dibenarkan Wakil Rektor UIN Suka Sahiron Syamsuddin. Iya benar mas," kata Sahiron saat dikonfirmasi Republika.co.id, Sabtu (10/3).

Keputusan UIN Suka membatalkan rencana pembinaan mahasiswi bercadar tidak langsung diikuti Universitas Ahmad Dahlan (UAD). Pihak UAD memastikan tetap melakukan kebijakan sebagaimana pengumuman pada Jumat (9/3) lalu.

Rektor UAD Kasiyarno menjelaskan UAD akan segera memulai pembinaan mahasiswi bercadar. "Proses penghimpunan data dan pembinaan akan tetap dilakukan," ujarnya kepada Republika.co.id di Jakarta, Ahad (11/3).

Kementerian Agama (Kemenag) mengklaim tidak memberikan arahan khusus kepada perguruan tinggi Islam negeri (PTIN) terkait penggunaan cadar oleh mahasiswi. Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kemenag Kamaruddin Amin menjelaskan, kebijakan itu sepenuhnya berada di pihak kampus.

"Arahan kami agar kampus mengedepankan pembinaan karena mereka adalah anak-anak kita," ujarnya kepada Republika.co.id di Jakarta, Ahad (11/3).

Penjelasan Kamaruddin berbeda dengan keterangan Rektor UIN Suka Yudian Wahyudi beberapa waktu lalu. Menurut dia, Kemenag meminta pihak kampus menghadirkan Islam moderat atau Islam yang mengakui Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Pendapat serupa disampaikan Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Palangkaraya Ibnu Elmi AS Pelu. Menurut dia, tidak ada instruksi khusus dari Kemenag ke setiap rektor PTIN terkait penggunaan cadar oleh mahasiswi. "Enggak ada," katanya kepada Republika.co.id di Jakarta, kemarin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement