Senin 12 Mar 2018 11:42 WIB

Yuk, Lihat Kupu-Kupu Langka di TN Bantimurung Bulusaraung

TN Bantimurung Bulusaraung dinilai layak menjadi destinasi wisata.

Koleksi kupu-kupu di TN Bantimurung Bulusaraung
Foto: Andi Nur Aminah/Republika
Koleksi kupu-kupu di TN Bantimurung Bulusaraung

REPUBLIKA.CO.ID, MAROS -- Pengelolaan kawasan konservasi berbasis masyarakat terus dikembangkan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Konservasi (KSDAE) melalui Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung (TN Babul) mengembangkan pengelolaan ekowisata Bulu Tombolo bersama Kelompok Masyarakat Dusun Pattiro, di Desa Labuaja, Kabupaten Maros, Provinsi Sulawesi Selatan.

Bulu Tombolo berada di zona tradisional yang merupakan wilayah kerja Resor Camba TN Babul. "Dengan potensi alam yang dimilikinya, lokasi ini sangat layak menjadi destinasi wisata, serta dapat menjadi alternatif mata pencaharian bagi masyarakat," kata Sahdin Zunaidi, Kepala Balai TN Babul.

Dari kawasan Bulu Tombolo setinggi kurang lebih 800 mdpl ini, terlihat pemandangan pegunungan dan sawah yang sangat indah. Aksesibilitas menuju lokasi ini telah dibangun oleh kelompok masyarakat Pattiro, termasuk mendirikan wahana unik yang terbuat dari bambu untuk berswafoto bagi pengunjung.

Selain Bulu Tombolo, TN Babul juga sangat dikenal dengan keberadaan berbagai jenis kupu-kupu, salah satunya adalah jenis Graphium androcles yang sangat langka dan menjadi lambang kawasan ini. Berdasarkan hasil monitoring kupu-kupu tahun 2010-2017 oleh Pengendali Ekosistem Hutan TN Babul, jenis ini G. androcles selalu hadir setiap tahunnya.

Pada bulan Maret rata-rata ditemukan 3 individu, Agustus rata-rata 16 individu, September rata-rata 3 individu, dan Oktober rata-rata 21 individu. Di bulan-bulan lainnya juga terkadang hadir, tapi tidak setiap tahun, namun ditemukan dalam jumlah yang besar. Misalnya November 2014 sebanyak 30 individu dan Juli 2016 sebanyak 22 individu.

Kamajaya Shagiri, salah satu PEH TN Babul yang melakukan monitoring mengatakan  jumlah tersebut melampaui temuan ilmuwan Inggris, Alfred Russel Wallace, di tahun 1869, yang tercantum dalam bukunya berjudul The Malay Archipelago. "Hasil monitoring kupu-kupu terakhir di bulan Oktober 2017, dalam waktu 2 hari pengamatan saja, G. androcles dapat dijumpai sekurang-kurangnya 34 individu. Ini merupakan jumlah perjumpaan terbesar dibandingan hasil pengamatan-pengamatan sebelumnya", lanjut Kamajaya.

Sementara Suci Ahmad Handayani, PEH lainnya, berpendapat, kehadiran kupu-kupu endemik Sulawesi di kawasan tersebut dipengaruhi oleh musim. "Hal ini mengingat bulan Oktober sampai dengan November adalah masa peralihan dari musim kemarau ke musim penghujan. Begitu pula bulan Juli yang merupakan peralihan dari musim penghujan ke musim kemarau," ucap dia.

Terkait penampilan kupu-kupu yang sangat menarik ini, disampaikan Sahdin, menjadikan jenis kupu-kupu tersebut bernilai ekonomi tinggi. "Seperti halnya jenis kupu-kupu lainnya, G. androcles juga banyak diburu oleh para penangkap, sehingga populasinya cukup terancam," ujar Sahdin.

Menurut Sahdin, selain upaya pengembangbiakan, perlindungan jenis ini harus terus dilakukan. "Kondisi habitatnya pun perlu terus dijaga agar mampu menopang kehidupannya. Ingatlah, keindahan kepakan sayap kupu-kupu dengan ekor yang meliuk-liuk putih mengkilat ini menyuguhkan pemandangan elok yang jauh lebih memukau dibandingkan hanya melihatnya dalam pajangan bingkai," kata Sahdin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement