Senin 12 Mar 2018 05:01 WIB

Pengamat: Angkutan Umum Bodetabek Harus Direvitalisasi

Revitalisasi untuk mengurangi kemacetan perkotaan wilayah Jakarta dan sekitarnya.

 Kereta KRL Commuter Line tujuan Bekasi-Cikarang melintas di Stasiun Cikarang, Jawa Barat.
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Kereta KRL Commuter Line tujuan Bekasi-Cikarang melintas di Stasiun Cikarang, Jawa Barat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Layanan angkutan umum di Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Bodetabek) harus segera direvitalisasi. Pengamat transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia Djoko Setijawarno mengatakan ini untuk mengurangi kemacetan perkotaan wilayah Jakarta dan sekitarnya.

joko menyebutkan beberapa upaya revitalisasi, antara lain, memperpanjang rute layanan kereta rel listrik (KRL), rute TransJakarta hingga Jabodetabek, dan penerapan pelat ganjil genap di gerbang tol kota penyangga Jakarta. Salah satunya memperpanjang jaringan pelayanan KRL hingga Cikarang. 

“Sekarang sudah dilakukan, tetapi belum bisa maksimal karena jalur dwiganda belum selesai terbangun,” kata Djoko dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Ahad (12/3). 

Di sisi lain, upaya untuk meningkatkan pengguna angkutan umum sesuai dengan Rencana Induk Transportasi Jabodetabek menjadi 40 persen pada 2019 dan 60 persen pada  2039. Target ini dengan dibangunnya LRT Jabodebek, LRT Jakarta, dan MRT Jakarta. 

Selain memperpanjang layanan Bus Transjakarta hingga Bodetabek, Djoko memandang perlu memberikan layanan angkutan umum yang tersedia di seluruh kawasan perumahan di Bodetabek. Layanan bus hingga seluruh kawasan perumahan bisa dioperasikan pada jam sibuk, masuk hingga pusat Kota Jakarta. Pada jam tidak sibuk cukup singgah di stasiun KRL terdekat.

Menurut Djoko, sulitnya akses transportasi umum hingga kawasan perumahan karena pada masa lalu pengembang membangun kawasan perumahan tidak mewajibkannya menyediakan rute sarana angkutan umum. Akibatnya, kata dia, penduduk daerah penyangga Jakarta, seperti Bodetabek, rata rata terbesar membawa kendaraan pribadi yang sebagian besar melalui tol.

Sementara itu, Djoko melanjutkan, jalan non-tol sudah tidak sanggup lagi menerima limpahan volume kendaraan yang begitu besar dan cepat tumbuh. Program ganjil genap di akses gerbang tol adalah salah satu upaya untuk mengurangi kendaraan pribadi ke Jakarta dan mengalihkan penumpang dengan angkutan umum.

Namun, sebaiknya penerapan ganjil genap tidak hanya di Bekasi, tetapi dapat untuk semua akses pintu masuk tol di wilayah yang lain, seperti Tangerang, Bogor, dan Depok. Pada tahun 2018 total pergerakan yang terjadi mulai dari komuter, pergerakan dalam kota, dan pergerakan lintas Jakarta serta Bodetabek sudah mencapai 50 juta pergerakan per hari.

Masalah yang terjadi saat ini adalah tingkat kemacetan makin tinggi, sepeda motor makin dominan, dan angkutan umum makin menurun.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement