Senin 12 Mar 2018 05:19 WIB

Pelemahan Rupiah atau Penguatan Dolar AS?

Sejumlah faktor menyebabkan pelemahan rupiah yang terjadi belakangan ini.

Sunarsip
Foto:

Setiap pemain di pasar keuangan pasti akan berburu keuntungan dengan cara memanfaatkan selisih keuntungan. Banyak studi juga menunjukkan kuatnya hubungan antara perbedaan suku bunga, perbedaan pertumbuhan ekonomi, dengan masuknya modal asing. Keluarnya modal asing dari EM inilah yang akhirnya memperlemah kinerja nilai tukar mata uang dari negara berkembang terkait.

Situasi pelemahan nilai tukar rupiah ini tidak akan berlangsung lama. Sesuai perilakunya, pelaku pasar uang akan kembali bersikap realistis bahwa langkah penempatan dana yang dilakukan saat ini dilandasi oleh reaksi yang sifatnya sementara.

Ekonomi AS memang sedang membaik. Kebijakan pemotongan tarif pajak yang dilansir Presiden Trump beberapa waktu lalu diyakini akan mendorong investasi masuk ke AS. Namun, para analis masih meyakini pemulihan ekonomi AS saat ini belum terlalu kuat. Inflasi di AS masih relatif rendah yang mencerminkan daya beli belum sepenuhnya pulih. Dampak positif tax cut policy juga diperkirakan tidak bisa jangka panjang.

Dengan kata lain, pelemahan nilai tukar rupiah saat ini lebih merupakan fenomena penguatan dolar AS. Rupiah masih berpotensi menguat setelah efek reaksioner sementara ini berakhir. Oleh karena itu, kebijakan otoritas ekonomi kita dalam merespons situasi ini juga tetap harus terukur dan tepat.

Saya mengusulkan beberapa hal sebagai respons atas situasi ini. Pertama, BI tidak perlu merespons pelemahan nilai tukar rupiah ini dengan kebijakan yang dapat memberikan dampak yang sifatnya fundamental. Salah satunya, BI tidak perlu merespons dengan menaikkan suku bunga acuan.

Kedua, pelemahan rupiah ini perlu dimanfaatkan dengan mendorong ekspor. Membaiknya ekonomi AS adalah momentum untuk mendorong ekspor ke AS yang saat ini kinerjanya menurun. Ekspor kita saat ini lebih banyak ke Cina karena muatan ekspor kita yang lebih banyak berupa komoditas.

Ketiga, dari sisi fiskal, pelemahan rupiah yang diikuti kenaikan harga minyak mentah perlu dimanfaatkan untuk mendorong kinerja lifting migas. Kinerja produksi beberapa blok migas saat ini masih belum optimal hingga menyebabkan penerimaan negara dari migas tidak sesuai potensinya.

Di sisi lain, beban subsidi energi berpotensi membengkak. Tidak bisa tidak, kenaikan lifting migas harus didorong untuk menjaga agar APBN kita tidak terbebani terlalu banyak oleh subsidi energi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement