Ahad 11 Mar 2018 08:35 WIB

Jangan Sangar Terhadap Muslimah Bercadar

Boleh menginterpetasi. tapi tak boleh mengintervensi terhadap cadar seorang muslimah.

SK pencabutan pelarangan cadar.
Foto: istimewa
SK pencabutan pelarangan cadar.

Oleh: DR Iswandi Syahputra

Bercadar itu, berat... Tidak semua muslimah mampu menggunakannya. Apalagi cadar yang terbuat dari bahan wol. Berat... Jadi, janganlah sangar pada muslimah bercadar. Lagi pula, Islam itukan agama damai, tidak perlu sangar pada muslimah bercadar.

Bercadar itu berat, karena (dalam banyak kasus) jalan menuju  bercadar itu memang dipenuhi berbagai tarikan dan godaan dahsyat.

Proses menuju keputusan bercadar tersebut saya baca sebagai perjalanan spiritual seorang muslimah. Karena itu, siapa saja tentu boleh memberi interpretasi, tapi tidak boleh mengintervensi.

Sebagai sebuah perjalanan spiritual dapat dikisahkan begini:

Awalnya, tidak menutup aurat tapi kemudian tertarik mengenakan jilbab, suatu istilah yang saya rujuk untuk menggambarkan pakaian penutup aurat perempuan _'ala kadar'-nya.

Masuk dalam kategori paling ekstrim dari model ini adalah jilboobs untuk merujuk pada berjilbab tapi masih ingin terlihat seksi. Ini tahap awal menutup aurat.

Jangan sangar, ini mirip seperti orang mendirikan sholat tapi masih korupsi. Level pertama muslimah ini sering dijumpai di mall, cafe atau tempat hiburan lainnya. Mereka masih ingin dilihat dan kepingin melihat. Mereka tidak menunduk saat ditatap...

Berikutnya berhijab suatu istilah yang saya rujuk untuk menggambarkan pakaian penutup aurat dengan menggunakan jilbab besar dan lebar menutupi hampir separuh tubuh yang mengenakan. Sebagian orang menyebutnya dengan jilbab syar'i._Jangan sangar, ini mirip seperti orang mendirikan sholat, dan memberi pengaruh pada mencegah perbuatan munkar. Level kedua ini sering dijumpai di tempat-tempat pengajian. Mereka masih _ingin melihat tapi tidak ingin dilihat. Mereka menunduk saat ditatap...

Level kedua ini lebih berat dari level pertama. Tapi bisa dibaca sebagai meningkatnya spiritualitas religius penggunanya.

Selanjutnya bercadar atau berniqab suatu istilah yang saya rujuk untuk menggambarkan pakaian penutup aurat dengan jilbab besar dan lebar menutupi hampir separuh tubuh yang mengenakan dan menggunakan penutup wajah.

Masuk dalam kategori paling ekstrim dari model ini adalah menutup seluruh wajah termasuk mata dengan menggunakan kain kasa. Mereka  tidak ingin melihat dan tidak ingin dilihat. Mereka menunduk saat ditatap dan tidak ingin menatap. Biasanya semuanya berwarna hitam. Syerem sihh... Jujur saja, saya memang tidak nyaman secara sosial dengan yang model ini.

Sedangkan kategori cadar yang agak moderat hanya menutup wajah di bagian bawah mata dengan warna yang kadang cukup cerah. Selain model, warna cadar menjadi penting dibaca sebagai tanda yang membawa pesan impresif.

Jangan sangar, ini mirip seperti orang mendirikan sholat yang dimaknai sudah sampai sebagai tiang agama. Karena itu level ketiga menutup aurat model ini jarang dijumpai. Sama seperti sulit menjumpai orang yang menjadikan sholat sebagai tiang agama.

Level ketiga ini lebih berat dari level kedua. Tapi bisa dibaca sebagai semakin meningkatnya spiritualitas religius penggunanya.

Jadi, bercadar itu bisa dilihat sebagai perjalanan spiritual yang sangat spesifik dan unik. Siapa saja boleh memberi interpretasi, tapi tidak boleh mengintervensi.

Perjalanan spiritual bercadar tersebut mirip dengan perjalanan sholat sebagai tanda level religiusitas.

Awalnya, dirikan sholat. Cukup mendirikan sholat, identik dengan 'mengerjakan' sholat. Ini untuk pemula, bagi mereka cukup sholat saja. Tidak heran jika ada yang sholat tapi juga gemar maksiat. Itu sebabnya pula sholat dijadikan alat pencitraan, apalagi menjelang pemilu. Ini level pertama, sholat untuk pemula.

Berikutnya, sholat mencegah perbuatan keji dan munkar. Ini level kedua dimana sholat berdampak positif pada pribadi dan sosial. Orang sholat tidak boleh bohong dan korup, misalnya. Orang yang mendirikan sholat tidak boleh ingkar janji, contohnya. Ini level kedua, untuk orang yang sudah dewasa dalam beragama.

Selanjutnya, karena itulah sholat menjadi tiang agama. Pada level ini sholat diumpamakan seperti pilar penyangga agama. Sholat yang tidak berdampak positif pada kepribadian dan kemasyarakatan, dapat merusak agama. Jadi, agama (Islam) memang bisa rusak bukan karena ajarannya tapi karena pelakunya. Ini level ketiga untuk orang yang matang dalam beragama.

Terakhir, sholat untuk mengingat Allah. Dengan mengingat Allah hati jadi tenang, bahagia juga datang. Sumber kedamaian dan kebahagian adalah mengingat Allah. Dengan demikian kebaikan sepanjang waktu akan menyertai kehidupan. Ini level keempat bagi orang yang mampu menemukan makrifat.

Mari dirikan sholat, karena sholat dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar itu sebabnya sholat menjadi tiang agama. Orang yang sholat untuk mengingat Allah, Insya Allah damai dan bahagia hidupnya.

Mungkin demikian juga dengan muslimah yang memutuskan bercadar karena untuk mengingat Allah, agar damai dan bahagia hidupnya.

Jangang sangar pada muslimah bercadar, jalan hidup dengan berbagai tekanan pada setiap orang berbeda. Siapa saja boleh memberi interpretasi, tapi tidak boleh mengintervensi terhadap cadar seorang muslimah.

 

DR Iswandi Syahputra, Dosen kominikasi IANI Sunan Kajijaga dan Mantan Jurnalis.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement