REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Kabupaten Kepulauan Mentawai di Sumatra Barat masih menunggu jawaban atas pertanyaan besar soal belum meratanya infrastruktur kelistrikan di sana. Menurut catatan PLN, rasio elektrifikasi Kepulauan Mentawai baru 47 persen.
Angka ini jauh di bawah capaian Sumatra Barat secara menyeluruh yakni 86,6 persen. Belum seluruh desa dan pulau di Mentawai sudah tersentuh listrik. Pasokan energi listrik di Sumbar daratan tak bisa ditransmisikan ke Kepulauan Mentawai.
Sebagian besar wilayah, seperti di Siberut Utara, masih mengandalkan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) yang dioperasikan PLN. Itu pun masyarakat harus rela kalau pembangkit 'istirahat' di siang hari dan kembali menyala pukul 16.00 sore harinya.
Jauh ke wilayah pedalaman Mentawai, desa-desa di pelosok mengandalkan mesin diesel berdaya kecil hanya dinyalakan saat ada perayaan adat di uma atau rumah besar tempat bersosialisasi masyarakat Mentawai.
Beberapa tahun belakangan, Pemerintah Provinsi Sumatra Barat sudah mencoba berbagai cara untuk mengaliri Mentawai dengan listrik. Salah satunya, memberikan karpet merah bagi Millennium Challenge Account (MCA) - Indonesia untuk mendanai PT Charta Putra Indonesia membangun pembangkit listrik tenaga biomassa di Mentawai pada 2017 lalu. Pembangkit listrik dengan kapasitas 700 kW ditargetkan mampu mengaliri 1.200 rumah tangga dan 35 usaha lokal di Desa Madobag, Matotonan, dan Saliguma.
Gubernur Sumatra Barat Irwan Prayitno (IP) mengapresiasi adanya upaya berbagai pihak untuk membantu Mentawai tersentuh listrik. Tapi menurutnya, berbagai jurus yang sudah dilakukan belum terasa optimal. Pembangkit listrik tenaga biomassa misalnya, membutuhkan pasokan bambu yang cukup agar energi listrik bisa terus dihasilkan.
"Proyek biomassa terus berjalan. Tapi belum bisa memenuhi (kebutuhan listrik di Mentawai)," ujar IP di Istana Gubernur Sumbar, Kamis (8/3).
Tantangan untuk memberikan akses listrik bagi warga Mentawai ternyata tak mudah. IP menyadari, salah satu kunci untuk mempermudah akses listrik adalah membangun infrastruktur jalan yang memadai. Namun hal ini tentu butuh waktu. Di sisi lain, pembangunan pembangkit listrik harus segera diselesaikan.
Jurus lain selain memanfaatkan sumber energi biomassa, Pemprov Sumbar pernah mencoba membangun pembangkit listrik tenaga surya (PLTS). Beberapa panel surya dipasang di rumah warga dan kantor pemerintah. Tapi ternyata langkah ini bukan solusi akhir. Pembangunan PLTS memerlukan perawatan yang tak mudah. Diperlukan pemahaman yang tinggi bagi masyarakat untuk bisa menjaga aset PLTS tetap berfungsi.
"PLTS beberapa kali gagal terus dan nggak mungkin secara teori kami habiskan anggaran demi itu," ujar IP.
Lantas apa solusi kelistrikan di Mentawai? IP memandang pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) masih dirasakan sebagai solusi. Meski terbilang cukup mahal, tapi operasional yang dijalankan oleh PLN dan keterjangkauan yang cukup luas menjadikan PLTD menjadi andalan masyarakat di kepulauan.
Meski begitu, IP tetap mempersilakan proyek energi baru terbarukan (EBT) tetap berjalan. Apalagi Sumatra Barat diganjar sebutan sebagai lumbung energi hijau oleh PLN. Dipilihnya PLTD bagi Mentawai mempertimbangkan prioritas pembangunan yang sedang dilakukan paralel, seperti Trans-Mentawai dan proyek Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
Nantinya, pembangunan PLTD akan menggunakan pembiayaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun anggaran 2019. Secara umum, pemenuhan listrik di Mentawai tetap dilakukan baik dengan pembangkit listrik tenaga EBT atau PLTD. Keduanya sama-sama berjalan. Hanya saja, PLTD dianggap menjadi solusi jangka pendek lantaran kebutuhan listrik bagi masyarakat semakin mendesak.