Sabtu 10 Mar 2018 16:20 WIB

Atasi Biro Umrah Ilegal, Kemenag Minta Partisipasi Warga

Masyarakat diminta harus teliti dan kritis dalam memilih travel resmi.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Gita Amanda
Terdakwa Direktur Utama First Travel Andika Surachman (dari kanan ke kiri), Direktur First Travel Anniesa Hasibuan, dan Direktur Keuangan First Travel Siti Nuraidah Hasibuan menjalani sidang perdana kasus dugaan penipuan dan penggelapan oleh agen perjalanan umrah First Travel, di Pengadilan Negeri Depok, Jawa Barat, Senin (19/2).
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Terdakwa Direktur Utama First Travel Andika Surachman (dari kanan ke kiri), Direktur First Travel Anniesa Hasibuan, dan Direktur Keuangan First Travel Siti Nuraidah Hasibuan menjalani sidang perdana kasus dugaan penipuan dan penggelapan oleh agen perjalanan umrah First Travel, di Pengadilan Negeri Depok, Jawa Barat, Senin (19/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam menekan keberadaan biro perjalanan umrah ilegal, dibutuhkan partisipasi dari berbagai pihak, tidak terkecuali masyarakat. Dengan pemahaman masyarakat yang mumpuni, biro perjalanan ilegal tersebut bisa terseleksi secara perlahan.

Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama (Kemenag), M Arfi Hatim, mengatakan peserta harus teliti dan kritis dalam memilih travel resmi. "Pastikan memilih biro yang memiliki izin Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) dari Kemenag," ucapnya ketika dihubungi Republika.co.id, Sabtu (10/3).

Dalam memastikan legalitas suatu biro perjalanan, masyarakat dapat melakukan berbagai cara. Termasuk di antaranya, berkunjung ke situs Kemenag dan melihat daftar biro perjalanan yang memang sudah legal. Cara berikutnya, dengan berkunjung ke Kantor Wilayah Kemenag di tingkat provinsi maupun kabupaten untuk bertanya ke petugas.

Kini, Kemenag juga sudah memiliki aplikasi berbasis elektronik dengan nama Sistem Informasi Pengawasan Terpadu Umrah dan Haji (Sipatuh). Dengan mengunduh aplikasi ini, masyarakat bisa mengetahui biro yang sudah legal atau dikategorikan sebagai PPIU.

"Masyarakat jadi tahu, oh, travel ini sudah punya izin, ini belum," ujar Arfi.

Kepada masyarakat, Arfi mengingatkan agar tidak terlalu percaya dengan biro perjalanan yang menawarkan harga tidak rasional. Saat ini, Kemenag sedang mengusulkan harga referensi biaya umrah yang berkisar Rp 20 juta. Dengan penetapan harga ini, pengawasan umrah bisa lebih mudah dan ketat.

Arfi juga menganjurkan pada calon peserta untuk membuat perjanjian tertulis dengan biro perjalanan dan langsung datang ke tempat, tanpa perantara. Dalam perjanjian yang ditandatangani kedua belah pihak, harus dijelaskan kapan berangkat, menggunakan apa, hotelnya di mana dan sebagainya.

Arfi mengakui, tidak mudah dalam melakukan sosialisasi guna meningkatkan pemahaman dan keaktifan masyarakat dalam memilih biro perjalanan yang aman. Sebab, calon peserta tidak lagi berasal dari perkotaan, juga daerah rural sampai ke pelosok. Dampaknya, jangkauan Kemenag dalam edukasi dituntut untuk lebih luas dan menyebar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement