Jumat 09 Mar 2018 10:05 WIB

Dedi Dorong Kids Zaman Now Minati Mainan Tradisional

Selain sarat akan edukasi, juga mengajarkan anak-anak supaya tidak mudah putus asa.

Rep: Ita Nina Winarsih/ Red: Rahmat Santosa Basarah
Cawagub Jabar Dedi Mulyadi mendorong agar anak-anak sekarang minati mainan tradisional
Cawagub Jabar Dedi Mulyadi mendorong agar anak-anak sekarang minati mainan tradisional

REPUBLIKA.CO.ID,BEKASI -- Minat kids zaman now mengenal permainan tradisional, disinyalir kian menurun. Salah satu aspeknya, banyaknya pedagang yang mengeluhkan penjualan alat permainan tersebut. Anak-anak saat ini banyak yang lebih asyik dengan gadgetnya masing-masing. Kondisi ini membuat Cawagub Dedi Mulyadi prihatin. Dedi yang berpasangan dengan Cagub Deddy Mizwar di Pilgub Jabar ini, menilai permainan tradisional mulai kalah bersaing dengan permainan moderen berbasis digital. Terbukti, kids zaman now lebih suka memelototi layar handphone ataupun komputer. "Karena itu, kita sebagai orang tua perlu mengenalkan lagi permainan tradisional pada kids zaman now," ujar Dedi, dalam siaran pers yang diterima Republika, Kamis (8/3).

Padahal permainan tradisional ini sarat makna. Banyak sekali nilai-nilai edukasi di dalamnya. Tak hanya itu, anak-anak juga diajarkan untuk bisa hidup tangguh melalui permainan tradisional. Sebab, mayoritas permainan tradisional menggunakan kekuatan fisik dan kemampuan berpikir untuk memecahkan masalah. Salah satunya permainan tradisional krotokan. Permainan ini, terbuat dari bambu yang dibuat sedemikian rupa. Supaya menarik, krotokan ini dibuat menyerupai burung. Tak hanya itu, permainan ini jik didorong dengan kencang akan menimbulkan bunyi, tok tok tok. Makanya dinamakan krotokan.

photo
Cawagub Jabar Dedi Mulyadi bercengkarama bersama Tarma (72 tahun, pedagang mainan tradisional Krotokan

Soal permainan krotokan ini, Dedi berjumpa dengan Tarma (72 tahun). Penduduk asal Arjawinangun, Kabupaten Cirebon ini, sudah bertahun-tahun berjualan krotokan di Pasar Bongkok, Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi. Kepada Dedi, Tarma mengeluhkan soal menurunnnya penjualan alat permainan tradisional tersebut. Dalam sehari, krotokan yang dijual Tarma maksimalnya hanya empat buah. Adapun satu picisnya dihargai Rp 15 ribu. "Sekarang susah Pak, mau menjual krotokan. Anak-anak tidak tertarik lagi dengan permainan seperti ini," ujarnya.

Padahal lanjut Tarma, untuk menarik perhatian anak-anak, dirinya membuat Krotokan dengan berbagai macam jenis. Ada yang berbentuk, ayam jago, burung, sampai barongsai mini. Tarma juga menggunakan warna yang mencolok, supaya bisa menarik perhatian anak-anak."Tapi, tetap saja anak-anak jarang yang mau membeli krotokan," ujarnya.

Menurut Dedi, permainan tradisional ini selain sarat akan edukasi, juga mengajarkan anak-anak supaya tidak mudah putus asa. Salah satu makna yang bisa diambil dari memainkan krotokan, yaitu bila ingin mendengar bunyinya, maka permainan ini harus didorong sambil berlari dengan kencang. Jadi permainan ini mengajarkan anak ketangkasan, tangguh secara fisik, serta tidak mudah putus asa. Karena itu, permainan tradisional harus dilestarikan. Supaya anak jaman sekarang tetap bisa menikmati permainan yang sudah ada sejak zaman nenek moyang tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement