Kamis 08 Mar 2018 15:23 WIB

Indonesia Gelar Konferensi Kemanusiaan Asia-Pasifik

Konferensi membahas dilema masa kini bagi pekerja kemanusiaan di seluruh wilayah.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Esthi Maharani
Komite Palang Merah Internasional (ICRC)
Foto: AP
Komite Palang Merah Internasional (ICRC)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia menggelar konferensi terkait isu-isu mendesak tentang akses kemanusiaan dan negosiasi kemanusiaan di seluruh wilayah Asia-Pasifik. Pertemuan ini akan menjadi wadah diskusi yang melibatkan lebih dari 100 peserta dan perwakilan dari sekitar 18 negara mengenai tantangan dan dilema masa kini bagi pekerja kemanusiaan di seluruh wilayah.

Konferensi dihadiri oleh para aktor kemanusiaan, perwakilan pemerintah, militer, kelompok oposisi, pakar dari dunia akademik, hingga tokoh-tokoh agama. Mereka diundang untuk berbagi perspektif mereka dan untuk mendorong pemahaman bersama dari segala sisi.

Pemimpin delegasi regional Komite Internasional Palang Merah (ICRC) untuk Indonesia dan Timor-Leste Chrisoph Sutter mengatakan, tidak mudah untuk mendapatkan akses ke orang-orang yang terdampak oleh situasi konflik bersenjata. Dia mengatakan, negara-negara seperti Myanmar, Filipina, dan Bangladesh sedang mengalami krisis kemanusiaan. Cukup penting bagi para pemain kunci di wilayah ini untuk berbagi pengalaman mereka dan membicarakan tantangan bersama.

"Akses kemanusiaan merupakan hal penting, baik pada masa bencana alam maupun bencana yang disebabkan oleh manusia," katanya di Jakarta, Kamis (8/3).

Konferensi yang diadakan di Hotel Borobudur ini diselenggarakan oleh ICRC bersama dengan Center of Competence on Humanitarian Negotiation yang berbasis di Swiss, Humanitarian Forum Indonesia, dan Paramadina Graduate School of Diplomacy.

Topik-topik yang akan dibicarakan selama konferensi, antara lain, meningkatknya pembatasan pada akses kemanusiaan akibat kendala-kendala keamanan dan berkurangnya penerimaan terhadap pekerja kemanusiaan, politisasi bantuan, dan berkembangnya peran organisasi berbasis keagamaan dan tokoh-tokoh agama pada masa konflik dan krisis kemanusiaan.

Sesi-sesi ini akan mempertemukan panelis dari sektor berbeda untuk berbagai perspektif, pengalaman, dan keahlian. Ini agar mereka dapat memberikan usulan akan solusi yang mungkin bagi tantangan-tantangan negosiasi kemanusiaan.

Sementara setiap sesi mengangkat isu khusus, semua panel digabungkan sedemikian rupa untuk memicu perdebatan antara perwakilan dari berbagai sektor, terutama perwakilan dari masyarakat sipil Indonesia, LSM, dan kalangan akademik. Acara ini juga digelar guna memberikan kesempatan untuk mendengar perspektif yang berbeda tentang negosiasi dan akses kemanusiaan serta agar memperkuat penerimaan dan keamanan di lapangan.

"Aktor lokal dan organisasi berbasis agama memainkan peran yang semakin penting di garis depan krisis kemanusiaan," kata Ketua Dewan Eksekutif Humanitarian Forum Indonesia Tomy Hendrajati.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement