Kamis 08 Mar 2018 08:24 WIB

Qodari: Isu SARA Masih Ada di Pilpres 2019

Kini banyak partai politik yang tidak segan-segan menonjolkan identitas keagamaanya.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Agus Yulianto
Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari
Foto: Republika/Prayogi
Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA –  Isu aliran suku, agama dan ras (SARA) merupakan isu yang harus diperhatikan dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019. Sebab, isu ini akan digunakan berbagai pihak untuk mengusung diri maupun menjatuhkan pihak lain, baik secara konvesional maupun melalui media sosial.

Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari mengatakan, isu SARA sebenarnya bukanlah hal baru dalam ajang pemilihan umum. Pada 2014, isu sudah mulai muncul dan bahkan merebak sampai di Amerika Serikat.

"Isu identitas sudah muncul pada Pilpres Amerika terakhir," ucapnya dalam diskusi ‘Peta Politik Indonesia: Kiprah ICMI dalam Tahun Politik 2018’ di Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (7/3).

Menurut Qodari, isu SARA akan menimbulkan dampak berbahaya dan bersifat jangka panjang. Masyarakat akan mudah terbelah karena politik SARA. Dampak ini sudah terlihat nyata dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta yang terjadi sampai saat ini.

Wakil Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Bidang Politik Dalam Negeri, Priyo Budi Santoso, juga memperingatkan akan menguatnya politik identitas, terutama dalam hal keagamaan. "Ini biasa ditandai dengan bangkitnya kelompok etnis dan mengental yang selama ini merasa terpinggirkan," ujarnya.

Dampaknya, Priyo menambahkan, kini semakin banyak partai politik yang tidak segan-segan menonjolkan identitas keagamaan dengan menyebut diri mereka sebagai nasionalis religius. Masyarakat pun kini sudah terjadi pembelahan kubu yang lebih terlihat dibanding dengan beberapa waktu lalu.

Priyo menambahkan, siapapun yang menjadi peserta Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2019 dipersepsikan sebagai orang Indonesia, bukan memprioritaskan suku, agama maupun ras tertentu. "Sebab, kalau masih memperhatikan aliran justru membuat situasi politik menjadi tidak kondusif," tutur lelaki berusia 51 tahun tersebut.

Untuk mengantisipasi ini, Priyo berharap agar ada keterlibatan pemerintah, termasuk dengan bertindak tegas kepada orang maupun kelompok yang dengan sengaja mengusung isu SARA. Terlebih, bagi mereka yang memang sudah memberikan dampak negatif secara nyata.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement