Rabu 07 Mar 2018 22:02 WIB

Tiga Skenario Pilpres 2019

Skenario Pilpres 2019, yakni head to head, poros ketiga, dan calon tunggal.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Ratna Puspita
Ketua Umum ICMI Jimly Asshiddiqie.(kiri) Wakil Ketua Umum ICMI, Priyo Budi Santoso (kanan)  memberikan keterangan kepada media dalam acara diskusi media dialektika di Jakarta, Rabu (21/2).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Ketua Umum ICMI Jimly Asshiddiqie.(kiri) Wakil Ketua Umum ICMI, Priyo Budi Santoso (kanan) memberikan keterangan kepada media dalam acara diskusi media dialektika di Jakarta, Rabu (21/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Bidang Politik Dalam Negeri Priyo Budi Santoso memprediksi akan ada tiga skenario dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019. Yaitu, head to head, muncul poros ketiga, dan hanya ada satu calon. 

Untuk skenario pertama, Priyo menggambarkan, hanya ada dua kubu yang diperkirakan akan diisi oleh Joko Widodo (Jokowi) dan Prabowo Subianto. "Tapi, skenario ini terbilang berisiko terhadap demokrasi. Warga hanya terpatok pada dua pilihan saja," ujar Priyo saat ditemui Republika usai diskusi ‘Peta Politik Indonesia: Kiprah ICMI dalam Tahun Politik 2018’ di Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (7/3).

Skenario kedua adalah munculnya poros ketiga yang dimotori partai Demokrat, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Amanat Nasional (PAN). Priyo melihat skenario ini sebagai kondisi yang bagus terhadap demokrasi Indoneisa. Sebab, memberikan semakin banyak pilihan kepada pemilih. 

Skenario terakhir, hanya ada satu calon atau calon tunggal dalam Pilpres 2019. Hal ini mungkin saja terjadi karena adanya keputusan Mahkamah Konstitusi terkait Pasal 222 Undang-Undang no 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum. 

"Di dalam peraturan, mensyaratkan parpol gabungan harus memiliki suara minima 20 persen untuk mengajukan calon presiden dan wakilnya," ucap Priyo. 

Skenario ini juga mungkin terjadi apabila Jokowi dan Prabowo duduk dalam satu meja dan menjadi pasangan. Meski terdengar sulit dipercaya, Priyo menjelaskan, dunia politik memiliki banyak kemungkinan. 

Dari tiga skenario tersebut, Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari mengatakan skenario ketika memiliki kemungkinan terkecil. Sebab, Pilpres 2019 merupakan momentum yang terlalu ‘seksi’ untuk dilewatkan partai politik (parpol). "Jadi, tidak mungkin mereka tidak mengajukan calon," tuturnya. 

Salah satu faktor yang menyebabkan ‘seksinya’ Pilpres 2019 adalah waktu yang hampir bertepatan dengan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2018. Para calon presiden maupun wakil presiden yang sudah ataupun hendak diusung parpol bisa merebut hati masyarakat sejak setahun sebelum hari H. 

Menurut Qodari, karena begitu seksinya Pilpres 2019, parpol bahkan tidak segan untuk mengalami risiko buruk. "Ibaratnya, kalaupun kalah, mereka lebih baik mengajukan calon dibanding dengan tidak sama sekali terlibat dalam Pilpres 2019," katanya. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement