REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) meminta perbankan ikut mencegah potensi terjadinya tindak pidana pencucian uang (TPPU) pada penyelenggaraan pemilukada serentak pada 2018 ini. Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin menyampaikan, melalui rapat koordinasi PPATK dengan bank-bank umum terkait pengawasan dana kampanye pada penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak tahun 2018, PPATK berharap sinergi dengan perbankan untuk mencegah dan memberantas TPPU dalam perhelatan politik daerah tersebut. Apalagi, ingar bingar politik sudah sangat terasa pada 2018 ini.
Kiagus menjelaskan, pilkada 2018 akan dilaksanakan di 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten. "Dana kampanye merupakan salah satu hal krusial yang harus mendapat perhatian banyak pihak, khususnya PPATK," ungkap Kiagus mengawali rapat koordinasi, seperti yang disampaikan dalam keterangan tertulis pada Rabu (7/3).
Oleh karena itu, diperlukan langkah-langkah pencegahan dan pemberantasan TPPU dalam penghimpunan, penggunaan dan/atau pelaporan dana kampanye peserta pemilukada 2018. Hal ini guna mewujudkan pemilu 2018 dan 2019 yang bersih, transparan, dan berintegritas.
Dia mengatakan, perbankan sebagai garda terdepan dalam mengidentifikasi transaksi keuangan mencurigakan mempunyai peran yang sangat strategis sekali dalam mendukung terwujudnya pemilihan pilkada dan pemilu yang bersih, transparan, dan berintegritas. Kiagus menyebut, bank dapat melakukan pengawasan proaktif terhadap aliran dana kampanye untuk mencegah dan memberantas TPPU.
Langkah-langkah proaktif tersebut yakni pemantauan rekening khusus dana kampanye (RKDK), pemantauan rekening pasangan calon, pemantauan rekening partai politik pengusung. Juga pemantauan rekening pihak-pihak yang telibat dalam penyelenggaraan pemilu. "Kami juga mengimbau dan mengingatkan perbankan, khususnya bank daerah, untuk tidak melakukan kegiatan operasional bank yang tidak sesuai ketentuan," ungkap Kiagus.
Modus yang sering terjadi, Kiagus mengatakan, adalah pemberian atau pengucuran kredit dalam jumlah relatif besar yang proses dan penggunaannya tidak sesuai ketentuan yang berlaku. Serta kegiatan pengadaan barang dan jasa dengan kecenderungan kepada peserta pilkada.
Khusus RKDK, PPATK memberi arahan sejumlah hal yang perlu jadi perhatian. Yakni, adanya pedoman pengelelolaan dan pemantauan transasksi RKDK, penggunaan multiakun RKDK salah satu pasangan calon, batas penerimaan ke RKDK berdasarkan sumber dana, repetisi sumbangan dana kampanye satu pihak, dana sumbangan dari perusahaan induk. Juga transaksi dana RKDK masih aktif usai pemilu, rekening baru untuk kampanye tetapi pasif, dan transaksi RKDK yang dicampur transaksi pribadi.
Selain itu, perlu diperhatikan juga soal kesesuaian RKDK yang dilaporkan ke KPU, penerimaan dana sebelum pembukaan RKDK yang tidak dilaporkan dalam dana awal kampanye, penukaran uang tunai dalam jumlah besar, penukaran valas nominal besar, penukaran rupiah nominal kecil. Kemudian, juga sumbangan kampanye dari luar negeri, dana kampanye dari pemerintah maupun badan usaha milik pemerintah, serta sumbangan kampanye dari organisasi kemasyarakatan.
TPPU dalam proses pilkada bisa terjadi di berbagai tahap. Mulai dari pendaftaran pemilih, kampanye, pemungutan suara, penghitungan suara, hingga penyelesaian sengketa hasil pilkada. "Sumber dana kampanye yang perlu diawasi pun beragam, baik dari perseorangan, dana parpol, badan usaha, maupun kelompok," ujarnya.