Rabu 07 Mar 2018 15:43 WIB

Presiden Jokowi Minta Hoaks Disudahi

Kepolisian diminta tak tebang pilih menindak hoaks.

Rep: Debbi Sutrisno, Fauziah Mursid, Arif Satrio Nugroho, Ronggo Astungkoro/ Red: Karta Raharja Ucu
Presiden Joko Widodo
Foto: Republika/Wihdan
Presiden Joko Widodo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepolisian kian gencar menangkap pihak-pihak yang dituding menyebarkan hoaks alias kabar bohong di dunia maya belakangan ini. Kendati demikian, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta langkah-langkah itu ditingkatkan hingga hoaks tak lagi beredar.

Presiden Jokowi menilai penangkapan oknum yang kerap menyebarkan kabar bohong tersebut sesuai dengan instruksi yang dijabarkannya beberapa waktu lalu. Ia menekankan, baik itu kelompok Saracen yang ditindak tahun lalu maupun yang disebut polisi sebagai Muslim Cyber Army (MCA) belakangan, harus ditindak tegas dan menyeluruh.

Kendati demikian, Jokowi menyesalkan penangkapan-penangkapan tersebut belum membuat pemberitaan media sosial lebih dingin. "Ndak (tidak), masih anget (hangat). Makanya, ini harus selesaikan tuntas biar adem semuanya," kata Jokowi setelah mengecek Sirkuit Sentul di Bogor, Selasa (6/3).

Menurut Jokowi, pemberantasan atas oknum penyebar kebencian kepada masyarakat tidak bisa dibiarkan. Kepolisian harus tegas dalam menindak permasalahan ini sehingga tidak menimbulkan perpecahan di masyarakat.

"Entah motifnya, motif ekonomi, entah politik, tidak boleh seperti itu. Saya sudah perintahkan ke Kapolri, kalau ada pelanggaran tindak tegas. Jangan ragu-ragu," ujar Jokowi.

Jokowi kemudian menyinggung mengenai pemberitaan di media sosial melalui sejumlah akun yang menyebut dia adalah antek dari Partai Komunis Indonesia (PKI). Jokowi mengatakan, ia sempat geram dan ingin marah, tetapi sulit d"iungkapkan.

"Padahal, PKI dibubarkan tahun 1965. Saya lahir 1961. Berarti saya baru umur tiga-empat tahun. Masa ada PKI balita. Ya ndak? Lucu banget, kan? Itu yang memfitnah ngawur," kata Presiden.

Kepolisian melalui Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri mulai melakukan penangkapan terhadap sejumlah warga yang disebut anggota MCA sejak akhir bulan lalu. Hingga saat ini, belasan orang telah diringkus di berbagai daerah.

Kepolisian meyakini, kelompok tersebut secara terstruktur menyebar hoaks dan ujaran kebencian di media sosial. Sementara, sebagian pihak mengklaim, MCA adalah wadah organik yang tercipta selepas aksi-aksi bela Islam tahun lalu dan hanya disusupi pihak-pihak yang kemudian diringkus kepolisian.

photo
Analis Kebijakan (Anjak) Divisi Humas Mabes Polri Kombes Pol Sulistyo Pudjo (dari kiri ke kanan) bersama Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen Pol Fadil Imran dan Kasubdit 1 Dittipid Siber Bareskrim Polri Kombes Pol. Irwan Anwar memberikan keterengan saat rilis Pelaku penyebaran isu provokatif dan ujaran kebencian yang terorganisir dengan nama The Family Muslim Cyber Army di Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (28/2).

Tak hanya MCA, kepolisian juga meringkus individu-individu yang dituding menyebar hoaks dan ujaran kebencian secara pribadi di media sosial. Sejak awal tahun ini, belasan telah ditangkap. Mereka kebanyakan diringkus terkait unggahan bernada penghinaan terhadap Presiden Jokowi dan pejabat pemerintah lainnya.

Pada Senin (5/3), Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Wiranto menyebutkan, pemerintah tengah mengusahakan teknologi baru yang dapat mengungguli teknologi pembuat hoaks. Ia kemudian mengingatkan kembali, penyebaran hoaks dan ujaran kebencian yang dapat mengganggu ketenteraman umum, mengganggu pembangunan nasional, jangan dilakukan.

"Siapa pun dia, perseorangan, kelompok, atau organisasi mana yang kira-kira arahnya itu (hoaks), kita akan berantas," kata dia.

Sementara itu, Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Hidayat Nur Wahid meminta aparat kepolisian tidak tebang pilih dalam menangani persoalan hoaks. Hal tersebut diungkapkan Hidayat agar kepolisian dan aparat penegak hukum tidak ditafsirkan memiliki kepentingan politik dalam menyelesaikan persoalan tersebut.

"Ini negara hukum kan. Segala sesuatu perlu dibuktikan secara hukum. Jangan kemudian pengkritik pemerintah dianggap penyebar hoaks," ujar Hidayat di Kompleks Parlemen Senayan, Selasa (6/3). Sebab, ia menilai, potensi penafsiran tersebut dapat terjadi pada tahun- tahun politik. Karena itu, ia kembali mengingatkan aparat penegak hukum menegakkan aturan betul-betul berdasarkan hukum.

Menurut dia, aparat jangan hanya serius mengusut pihak yang dianggap mengkritik pemerintah. Kasus kriminal lainnya yang menimpa ulama dan tokoh partai politik di luar pemerintahan juga harus ditangani secara serius.

Ia menekankan, tugas aparat kepolisian adalah penegak hukum, bukan pengikut parpol ataupun pengikut kepentingan politik. "Jadi, supaya tidak terbawa terseret kepada kepentingan politik, sebaiknya polisi jangan ngomong politik," ujar Hidayat.

Jumlah aduan hoaks ke Kemenkominfo

2016: 6.357

2017: 32 ribu

Jumlah akun hoaks berdasarkan data BIN

760 ribu

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement