REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengimbau agar Fredrich Yunadi yang merupakan terdakwa merintangi penyidikan perkara korupsi KTP-elektronik (KTP-e) dapat kooperatif mengikuti persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. KPK mengatakan, persidangan merupakan tempat bagi Fredrich untuk menguji keberatannya.
"Sebenarnya sudah sangat jelas ya ketika hakim menolak eksepsi, artinya semua keberatan yang disampaikan itu sudah tidak relevan secara hukum apalagi kalau kemudian itu masih dipersoalkan lebih lanjut, saya kira lebih baik terdakwa kooperatif dengan proses hukum, hadiri proses persidangan," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Senin (5/3).
Febri pun menyatakan bahwa jika Fredrich keberatan atau mempunyai bukti lain terkait perkaranya maka seharusnya diuji saja di proses persidangan. "Kita harus hormati institusi peradilan ini, kalau memang terdakwa keberatan atau punya bukti yang lain silakan diuji saja di proses persidangan kalau mau membantah KPK, bantah lah dengan bukti," ungkap Febri.
Selain itu, kata Febri, lembaganya juga tidak akan terpengaruh jika dalam agenda sidang berikutnya mantan kuasa hukum Setya Novanto itu tidak mau berbicara.
"Kalau misalnya nanti pada agenda persidangan berikutnya hadir misalnya dan tidak mau bicara atau tidak melakukan apapun perlu kami sampaikan bahwa terdakwa memang punya hak bicara secara bebas, termasuk untuk tidak bicara, kami tidak akan terpengaruh dengan hal tersebut," ucap Febri.
Ia menegaskan jika memang nantinya Fredrich tidak akan berbicara justru itu akan mengurangi hak dari terdakwa sendiri.
"Seharusnya, kalau keberatan kan bisa mengajukan bukti tandingan pada KPK dan tadi saya sudah cek ke Jaksa Penuntut Umum, pada agenda persidangan berikutnya kita tetap akan masuk ke agenda pembuktian karena hakim pun secara tegas mengatakan demikian, eksepsi sudah ditolak dan tahap berikutnya tentu proses pembuktian seperti pemeriksaan saksi-saksi," tuturnya.
Menurut dia, jangan sampai nantinya proses persidangan tersebut diulur-ulur karena prinsip dari persidangan itu seharusnya cepat dan sederhana.
"Jangan sampai proses persidangan ini kemudian akan diulur-ulur atau waktu yang dibutuhkan cukup lama karena prinsip dari persidangan itu seharusnya cepat dan sederhana," kata Febri.
Sebelumnya, advokat Fredrich Yunadi mengancam tidak akan menghadiri persidangannya karena putusan sela dan sejumlah permintaan yang ia ajukan ditolak oleh hakim.
"Kami tidak akan menghadiri sidang lagi, kami punya Hak Asasi Manusia, bapak punya hak menolak, kalau memaksakan dalil bapak, sidang berikutnya kami tidak akan hadir," kata Fredrich di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.
Fredrich didakwa bekerja sama dengan dokter dari Rumah Sakit Medika Permata Hijau Bimanesh Sutarjo bekerja sama untuk menghindarkan ketua DPR Setya Novanto diperiksa dalam perkara korupsi KTP-Elektronik.
Terhadap perbuatan tersebut, Fredrich didakwa dengan pasal 21 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU no 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 KUHP.
"Meski dipaksa hadir saya tidak akan bicara dan tidak akan mendengar karena itu hak asasi saya berdasarkan pasal 28 ayat a sampai j UUD 1945, selama belum diputus harkat martabat saya mohon dihormati, terserah penasihat hukum saya, saya sebagai pengacara, saya tidak mau hak saya diperkosa," ungkap Fredrich.