Senin 05 Mar 2018 16:25 WIB

Memburu Pajak Google cs

Beberapa negara mereformasi sistem perpajakan untuk menjaring pajak dari Google cs.

Google Chrome. Ilustrasi
Foto: Mashable
Google Chrome. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID  Oleh: Rizky Jaramaya, Fuji Pratiwi

Uni Eropa akan segera mengumumkan rencana tambahan pajak untuk perusahaan raksasa teknologi dunia. Pengumuman itu disampaikan Menteri Keuangan Prancis Bruno Le Maire dalam wawancara dengan Le Journal du Dimanche, seperti dilansir Reuters, Ahad (4/3).

"Keputusan ini akan disampaikan dalam beberapa pekan de depan. Ini akan menjadi langkah yang besar," ujar Le Maire.

Menurut Le Maire, besaran pajak berada pada rentang dua persen sampai enam persen dari penghasilan perusahaan-perusahaan itu. Akan tetapi, dia menyebut kemungkinan besarannya akan mendekati dua persen.

Kepada pihak-pihak yang menilai langkah ini terlalu sederhana, Le Maire mengatakan, "Ini adalah titik awal. Saya lebih memilih kata akan diimplementasikan dengan cepat daripada negosiasi tanpa akhir. Kami akan menyempurnakannya nanti."

Sebuah draf Komisi Eropa yang dilihat Reuters bulan lalu, dan dapat berubah sebelum dipublikasikan, menunjukkan usulan pajak berdasarkan lokasi pelanggan, bukan perusahaan. Pengenaan pajak akan berkisar antara satu persen sampai lima persen dari total pendapatan perusahaan secara kotor (aggregated gross revenues)

Proposal ini bertujuan untuk meningkatkan penagihan pajak kepada perusahaan raksasa teknologi dunia seperti Amazon.com (AMZN.O), Alfabet (GOOGL.O) Google, dan Facebook (FB.O). Selama ini, perusahaan-perusahaan itu dituduh membayar pajak terlalu minim.

Modus yang kerap digunakan adalah mengubah penempatan laporan keuntungan mereka ke negara-negara dengan tarif pajak rendah, seperti Luksemburg dan Irlandia.

Pemerintah Prancis di bawah komando Presiden Emmanuel Macron telah mengusulkan agar pengenaan pajak kepada perusahaan raksasa teknologi dunia lebih menyasar kepada pendapatan dari pada keuntungan. Ini sebagai solusi dari kebiasaan perusahaan-perusahaan itu mengalihkan keuntungan mereka ke negara-negara dengan tarif pajak rendah.

Italia, Jerman, dan Spanyol bersama Prancis menjadi ujung tombak dalam reformasi perpajakan ini. Mereka menghadapi perlawan dari negara-negara kecil seperti Irlandia. Irlandia merupakan pusat investasi perusahaan-perusahaan itu dan perubahan-perubahan semacam ini berpotensi menghancurkan perekonomian mereka.

Guardian dalam laporannya beberapa waktu lalu menunjukkan, perusahaan raksasa teknologi dunia hanya membayar kurang dari setengah dari nilai pajak perusahaan batu bata dan mortir. Bisnis digital dengan lingkup operasi internasional biasanya membayar pajak 10,1 persen di Uni Eropa dibandingkan perusahaan-perusahaan tradisional yang dikenakan pajak 23,2 persen.

Laporan itu juga memperlihatkan banyak perusahaan teknologi yang membayar pajak jauh lebih sedikit dibandingkan pesaing mereka. Tagihan pajak korporasi Amazon di Inggris dan toko-toko buku sebagai contoh.

Di Irlandia, pajak yang mereka bayarkan di bawah pajak korporasi sebesar 12,5 persen. Raksasa teknologi asal Amerika Serikat Apple terus berusaha melawan aturan tersebut.

Dari dalam negeri, rencana pemajakan atas perusahaan raksasa teknologi dunia juga menjadi isu penting pemerintahan Presiden Joko Widodo-Wapres Jusuf Kalla. Kasus yang melibatkan Google pada 2016 menjadi salah satu contoh.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement