REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU -- Pengeluaran masyarakat Indramayu untuk rokok (tembakau dan sirih), tinggi. Nilai yang dikeluarkan pun mencapai miliaran rupiah per hari.
Berdasarkan data dari Indramayu Dalam Angka Tahun 2017 yang dikeluarkan BPS KabupatenIndramayu, dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), terungkap pengeluaran masyarakat Indramayu untuk tembakaudan sirih (rokok) menempati urutan ketiga setelah makanan dan minuman jadi serta padi-padian.
Pada 2015, pengeluaran untuk tembakau dan sirih (rokok) mencapai 9,47 persen. Angkaitu sedikit lebih kecil dibandingkan pengeluaran untuk padi-padian yangmencapai 10,10 persen. Sedangkan pengeluaran untuk makanan dan minuman jadimencapai 16,39 persen.
Bahkan,pada 2014, pengeluaran untuk tembakau dan sirih (rokok) menempati posisi keduadan mengalahkan pengeluaran untuk padi-padian. Pada tahun itu, pengeluaran untuktembakau dan sirih mencapai 9,83 persen. Sedangkan pengeluaran untuk padi-padianmencapai 9,70 persen.
Kondisi itu pun mengundang keprihatinan LSM Indramayu Sehat Tanpa Rokok (Istar).Pasalnya, kondisi tersebut bisa mengancam kehidupan ekonomi keluarga, terutamamasyarakat miskin.
Sekitarseperempat dari 1,7 juta penduduk Indramayu adalah perokok aktif, kata KetuaLSM Indramayu Sehat Tanpa Rokok, Soimalia, akhir pekan kemarin.
Soimalia mengungkapkan, besaran uang yang dibelanjakan masyarakat Indramayu untukmembeli rokok pun sangat besar. Yakni sekitar Rp 5 miliar per hari.
"Jika perokok itu tidak merokok lagi, maka uang yang biasanya mereka keluarkan untuk rokok bisa digunakan untuk kebutuhan lain. Seperti misalnya makanan yang bergizi, terang Soimalia.
Selain dari segi ekonomi, lanjut Soimalia, dampak yang ditimbulkan akibat konsumsi rokok juga sangat buruk bagi kesehatan. Tak hanya bagi kesehatan perokok, namunjuga kesehatan orang lain yang terpapar asap rokok (perokok pasif).
Soimalia berharap, Perda Kawasan Tanpa Rokok (KTR) segera ditegakkan. Dengan demikian,sanksi bagi pelanggarnya bisa diberlakukan. Diharapkan, hal itu bisa mengurangikebiasaan merokok, terutama di kawasan-kawasan yang telah ditetapkan sebagaiKTR.
Sementara itu, salah seorang warga, Hendro (35), mengaku pertama kali merokok sejak dudukdi bangku SMA. Dia melakukan hal itu karena meniru ayahnya yang juga seorangperokok.
''Apalagi teman-teman juga banyak yang merokok,'' tutur pria yang kini bekerja sebagaitukang bangunan itu.
Hendro mengaku, penghasilannya sebagai tukang bangunan pas-pasan dan tidak menentu.Namun, dia selalu menyisihkan sebagian penghasilannya itu untuk membeli rokokmeski tahu kebutuhan lain keluarganya lebih mendesak.