Sabtu 03 Mar 2018 12:39 WIB

Australia Desak Indonesia tak Beri Keringanan pada Ba'asyir

segala bentuk pengampunan dan keringanan hukuman dinilai tidak layak diberikan

Rep: Puti Almas/ Red: Esthi Maharani
Abu Bakar Baasyir
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Abu Bakar Baasyir

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Australia mendesak Indonesia agar tidak memberi keringanan apapun terhadap Ustaz Abu Bakar Baasyir, Sabtu (3/3). Rencana untuk membuat terpidana terorisme itu menjadi tahanan rumah serta segala bentuk pengampunan dan keringanan hukuman dinilai tidak layak diberikan terhadap dirinya.

 

Kementerian Luar Negeri Australia mengeluarkan pernyataan bahwa Baasyir harus bertanggung jawab penuh atas dugaan kejahatannya sebagai dalam serangan bom Bali pada 2002. Dalam peristiwa itu, sebanyak 202 orang, yang mayoritas adalah warga negara asing, termasuk 88 orang berasal dari Negeri Kangguru itu tewas.

 

Kami berharap keadilan terhadap terpidana terorisme Baayir diteruskan dan dilakukan sepenuhnya, ia sudah seharusnya tidak diizinkan untuk menghasut orang lain melakukan serangan lainya di masa depan terhadap warga sipil yang tak bersalah, ujar pernyataan Kementerian Luar Negeri Australia, Sabtu (3/3).

 

Seperti diberitakan sebelumnya, Menteri Pertahanan RI Tyamizard Ryacudu mengatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengusulkan agar Baasyir menjadi tahanan rumah. Menurutnya, presiden ingin agar ulama yang juga merupakan pemimpin Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) dan salah seorang pendiri Pondok Pesantren Islam Al Mumin menjadi tahanan rumah karena faktor usia dan kondisi kesehatannya yang terus menurun.

 

Sebelumnya, pihak keluarga Baasyir juga meminta agar ia dapat dipulangkan untuk dirawat di kediamannya. Selain faktor kesehatannya yang terus menurun, usia ustaz tersebut sudah menginjak kepala delapan.

 

Baasyir pada 2004 pertama kalinya divonis 2,5 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan karena terbukti terlibat dalam peristiwa bom Bali dan bom di hotel JW Marriot. Kemudian pada 2011, ia kembali menerima vonis 15 tahun penjara karena tebukti menjadi perencana dan penyandang dana pelatihan kelompok bersenjata di pegunungan Jantho, Aceh.

 

 

 

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement