Sabtu 03 Mar 2018 05:27 WIB

Apakah Pemerintah Tebang Pilih dalam Kasus MCA?

Polisi masih dalami motif dan otak di balik Muslim Cyber Army (MCA).

Rep: Debbie Sutrisno, Arif Satrio Nugroho/ Red: Elba Damhuri
Pihak Ditsiber Bareskrim Polri malakukan konferensi pers di gedung Bareskrim, Cideng, Jakarta Pusat, Rabu (28/2), terkait penangkapan enam tersangka dari grup The Family MCA yang diketahui melakukan penyebaran kebohongan dan ujaran kebencian di media sosial.
Foto: Republika/Zahrotul Oktaviani
Pihak Ditsiber Bareskrim Polri malakukan konferensi pers di gedung Bareskrim, Cideng, Jakarta Pusat, Rabu (28/2), terkait penangkapan enam tersangka dari grup The Family MCA yang diketahui melakukan penyebaran kebohongan dan ujaran kebencian di media sosial.

REPUBLIKA.CO.ID,REPUBLIKA.CO.ID, Penangkapan jaringan Muslim Cyber Army (MCA) oleh kepolisian bukan untuk menekan aktivitas masyarakat Muslim dalam memberikan informasi. Namun, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara mengatakan, yang harus digarisbawahi adalah kelompok ini diamankan karena konten yang mereka sebarkan bisa menimbulkan keresahan akibat informasi salah dan bersifat SARA.

Kemenkominfo menegaskan tidak melihat golongan, kelompok, atau atas nama apa pun dalam menangani kasus ini. "Yang kami lihat kontennya. Kalau kontennya menyebar hoaks atau apa, kami bertindak," kata Rudiantara di Istana Negara, Jumat (2/3).

Pemerintah, jelas dia, tidak tebang pilih melaporkan akun-akun penebar berita bohong ke kepolisian. Dalam kerja sama dengan aparat keamanan, Kemenkominfo tidak memberikan arahan untuk mengamankan pemilik akun-akun palsu, misalnya yang terjaring dalam MCA. Semua akun yang memang tidak berlaku tepat sudah dilaporkan.

Sikap tebang pilih pemerintah dan aparat kepolisian atas kasus penyebaran hoaks ini disuarakan banyak pihak. Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Fadli Zon mengkritisi respons kepolisian terhadap laporan penyebaran hoaks yang masuk ke kepolisian. Laporan pihak pro pemerintah lebih cepat ditindaklanjuti.

"Sejauh ini kesan kita begitu ya, memang tidak ditindaklanjuti," kata Fadli di Bareskrim Polri, Jakarta, usai melaporkan Ananda Sukarlan terkait penyebaran hoaks atas dirinya dan Prabowo Subianto, Jumat (2/3).

Fadli menilai, respons berbeda terjadi dengan yang melakukan kritik pada pemerintah. Menurut dia, pihak yang mengkritik pemerintah lebih cepat ditangkap. Sementara ketika pihak oposisi pemerintah melakukan pelaporan pada polisi, tindak lanjutny dinilainya tidak dilakukan segera.

Fadli mencontohkan, kasus yang dia laporkan terkait upaya ancaman pembunuhan melalui akun Twitter terhadap dirinya tahun lalu. "Saya sampaikan kepada Kapolri saya laporkan hampir dua tahun ya ancaman pembunuhan yang dilakukan saudara Nathan sampai sekarang belum jelas ini akan ditindaklanjuti pihak polisi dan saya sudah komunikasi," kata Fadli.

Fadli juga menyinggung kasus Ade Armando yang menurutnya hingga saat ini tidak ada tindak lanjut dari kepolisian. Selain itu, dia juga menyinggung kasus pelaporan terhadap akun Twitter yang menyebut dirinya terlibat korupsi KTP elektronik. Kasus itu pun, kata dia, tidak jelas tindak lanjutnya.

Untuk itu, Fadli pun mengaku sudah menyampaikan langsung pada Kapolri Jenderal Polisi Muhammad Tito Karnavian untuk menindaklanjuti laporan, termasuk laporan yang dia buat terhadap Ananda Sukarlan, Jumat (2/3) ini.

Ketua MPR Zulkifli Hasan setuju dengan upaya pemerintah melawan hoaks dan penebar kebencian. Hanya, ia meminta melawan  hoaks jangan tebang pilih.

"Saya setuju pemerintah untuk berantas hoaks dan karenanya hukum juga harus berlaku untuk semua. Siapapun yang memproduksi berita hoaks, fitnah dan kebencian harus ditangkap. Semuanya tanpa kecuali," tegas Ketua MPR, Jumat (2/3).

Dari kalangan manapun, penyebar hoaks dan pengadu domba itu, harus mendapat perlakuan hukum yang sama. Tindakan tegas, papar Zulkifli, harus berlaku untuk semua, tidak hanya satu atau dua kelompok tertentu.

Ia juga meminta kepolisian untuk fokus memburu produsen berita berita hoaks. Sebab pasti ada aktor utama yang bergerak untuk mengendalikan berita hoaks agar disebarkan oleh yang tidak tahu apa apa. "Ini yang prioritas untuk diburu dan ditahan," ucapnya.

Buat aparat, apa yang sudah dilakukan dianggap sebagai tindakan hukum, bukan tebang pilih. Apalagi, tahun ini memasuki periode panas proses demokrasi pilkada serentak dan Pilpres 2019.

Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Wiranto meminta aparat keamanan menindak sekeras-kerasnya pihak yang berupaya mengacaukan situasi tahun politik. Wiranto menyebut pihak yang melakukan hal itu sebagai pengkhianat.

"Tahun politik ini suhu memanas. Itu biasa, tapi jangan sampai ada kelompok atau perorangan yang nyata-nyata mendesain untuk mengacaukan ini," ujar Wiranto di kantor Kemenko Polhukam, Gambir, Jakarta Pusat, Jumat (2/3).

Negara saat ini sudah aman dan akan menyelenggarakan pemilu dengan baik. Jika ada pihak yang berupaya mengacaukan apa yang dilakukan pemerintah, sehingga akan gagal, mereka disebut Wiranto, sebagai pengkhianat.

Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Polisi Setyo Wasisto menyatakan, penangkapan jaringan MCA diharapkan dapat membuat orang berhenti dan berpikir dua kali dalam menyebarkan berita yang tidak terverifikasi. Setyo sendiri mengakui, polisi tidak akan mampu menindak secara total semua penyebar hoaks di media sosial.

Yang diharapkan polisi adalah efek deteren. "Kalau yang ini ditangkap yang lain juga diharapkan berhenti, jangan malah makin menggelora," kata Setyo di Markas Besar Polri, Jakarta, Jumat (2/3).

Namun, bila terus menerus dilakukan, kata Setyo, apa boleh buat polisi pun akan melakukan penindakan tegas dengan penangkapan para pelaku semaksimal mungkin.

Setyo Wasisto menyatakan pihaknya masih mendalami motif penyebaran hoaks oleh MCA. Terkait hal tersebut, penyidik memerlukan waktu lebih.

Polri tidak ingin kasus MCA ini seperti Saracen yang pada akhirnya tidak diketahui aktor utamanya selain Jasriadi. Saracen terputus karena polisi tidak bisa naik ke atasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement