Jumat 02 Mar 2018 16:42 WIB

Soal Pengembalian Uang Korupsi, KPK: Persepsinya Beda

KPK mengatakan ada perbedaan persepsi dalam ucapan Kabareskrim.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Bayu Hermawan
Wakil Ketua KPK  Basaria Panjaitan  memberikan keterangan kepada media terkait OTT yang di lakukan KPK,  Jakarta, Kamis (1/3).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan memberikan keterangan kepada media terkait OTT yang di lakukan KPK, Jakarta, Kamis (1/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Basaria Pandjaitan mengatakan, ada perbedaan persepsi dalam ucapan Kepala Badan Reserse dan Kriminal Polri Komisaris Jenderal Polisi Ari Dono Sukmanto terkait penghentian kasus bila uang korupsi dikembalikan. Hak tersebut, kata dia tidak tertuang dalam MoU yang ditandatangani oleh Kejaksaan Agung, Kementerian Dalam Negeri dan Polri sebelum Kabareskrim mengucap pernyataan tersebut.

"Saya yakin tidak mungkin ada di dalam MoU antara jaksa, kepolisian dan para APIP dikatakan seperti itu pasti tidak ada," ujar Basaria di Jakarta Selatan, Jumat (2/3).

MoU ini, kata Basaria, lebih fokus pada bagaimana para APIP pengawal internal bisa melakukan pekerjaannya mengawasi dengan maksimum kinerja aparatur negaea. Sehingga segala sesuatu yang berhubungan dengan tindak pidana korupsi itidak sampai terjadi.

"Andai para APIP ini pengawas internal bekerja dengan baik maksimal pasti kejadian-kejadian yang terjadi di instansi masing-maskng sudah ketahuan, sudah bisa diprediksi dan sudah dibenahi," katanya.

Kabareskrim mengutarakan pendapat bahwa dalam penanganan kasus yang indeks pembiayaannya lebih besar daripada kerugian kasus tersebut, maka bisa saja kasus tersebut dihentikan dengan pengembalian hasil daripada merugikan negara melalui biaya penyidikan. Mengenai hal ini, Basaria berpendapat, maksud pernyataan tersebut, bila kasus belum ditangani oleh penegak hukum itu secara internal oleh pengawas ini bisa dilakukan.

"Jadi masih dalam proses blm sampai ke tingkat represif blm sampe ke tingkat penanganan penindak hukum," kata Basaria.

Namun, jika sudah ditangani oleh penegak hukum, pembatalan penindakan kasus menurutnya tidak mungkin. "Kalau misalnya KPK sudah menangani itu tidak mungkin, di kepolisian juga seprrti itu pasti tidak mungkin," ucap Basaria.

Basaria meyakini kerja sama yang dilakukan polisi dan Kejaksaan serta Kemendagri terkait penguatan APIP maksudnya menjaga secara maksimal agar tidak sampai pidana itu terjadi, atau upaya pencegahan.

"Saya pastikan tidak mungkin dilakukan dalam MoU (penghentian kasus dihentikan bila kasus dihentkan). Walaupun saya belum baca," kata dia.

"Mungkin itu persepsi nya berbeda dan kabareskrim mungkin salah cara pengucapannya, mungkin," ucapnya.

Sehingga, penegakan hukum dan pengendalian aparat yang melakukan tindak pidana korupsi di daerah dapat berjalan. "Jadi, kalau, misalnya, uang penyidikan korupsi untuk Kepolisian ditambah, berarti penyidik akan kejar (kasus) korupsi terus, berarti harus dapat (kasus korupsi) terus. APIP-nya jadi tidak jalan, oleh karenanya nanti akan kami koordinasikan," jelasnya.

Guna menangani kasus tindak pidana korupsi di daerah, Kemendagri melalui Inspektorat Jenderal menjalin kerja sama dengan aparat penegak hukum (APH) dari Polri dan Kejaksaan Agung RI. Perjanjian itu ditandatangani oleh Irjen Kemendagri Sri Wahyuningsi, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan RI Adi Toegarisman dan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Ari Dono Sukmanto; dengan disaksikan oleh Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement