Jumat 02 Mar 2018 14:26 WIB

Jokowi Belum Terima Surat Ba'asyir

Keluarga meminta Jokowi agar mempertimbangkan Ba'asyir menjadi tahanan rumah.

Terpidana kasus terorisme Abu Bakar Ba'asyir saat tiba di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta, Kamis (1/3).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Terpidana kasus terorisme Abu Bakar Ba'asyir saat tiba di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta, Kamis (1/3).

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Keluarga Ustaz Abu Bakar Ba'asyir meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar mempertimbangkan Ba'asyir menjadi tahanan rumah. Surat permohonan dari keluarga pun akan disampaikan kepada Presiden.

Kendati demikian, Presiden Jokowi mengaku hingga kini belum menerima surat permohonan terkait permintaan tersebut. Sehingga, ia enggan memberikan komentar lebih lanjut.

"Mengenai yang berkaitan dengan tahanan rumah pun saya sampai saat ini juga belum menerima surat permohonannya jadi saya tidak bisa berbicara. Suratnya kan belum sampai ke saya," kata Presiden usai menunaikan ibadah Shalat Jumat di Masjid Istiqlal, Jakarta, Jumat (2/3).

Begitu juga terkait grasi, Jokowi juga menyebut hingga saat ini belum ada surat resmi yang masuk ke mejanya.

"Sekali lagi urusan grasi sampai saat ini saya belum menerima suratnya," tambahnya.

Sebelumnya, putra Ustaz Abu Bakar Ba'asyir, Ustaz Abdul Rochim Ba'asyir berharap agar ayahnya bisa mendapatkan izin kembali ke Solo untuk mendapatkan perawatan. Hal inipun juga telah disampaikannya kepada Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu saat berkunjung ke Ponpes Al Mukmin Ngruki beberapa hari yang lalu.

Selain itu, keluarga Ba'asyir juga mempertimbangkan mengirimkan surat permohonan langsung kepada Presiden Jokowi untuk memulangkan Ba'asyir. Kondisi Ba'asyir saat ini terus mengalami penurunan kesehatan.

Selain mengalami pembengkakan pada kaki, ia juga menderita lemah jantung dan penyakit maag. Terakhir, Ba'asyir menjalani pemeriksaan medis di Rumah Sakit Cipto Mangunkusomo (RSCM) Jakarta pada Kamis (1/3).

Seperti diketahui, pada 2004, Ba'asyir divonis 2,5 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan karena terbukti terlibat dalam peristiwa bom Bali dan bom Hotel JW Marriot. Lalu pada 2011, ia kembali mendapatkan vonis 15 tahun penjara karena terbukti menjadi perencana dan penyandang dana pelatihan kelompok bersenjata di Pegunungan Jantho, Aceh.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement