Kamis 01 Mar 2018 18:14 WIB

Memperjuangkan Nasib Pahlawan Tanda Jasa

Nasib guru tidak tetap, pegawai tidak tetap dan honorer masih sangat tidak jelas.

Guru mengajar di kelas. (Ilustrasi)
Foto: Antara/Destyan Sujarwoko
Guru mengajar di kelas. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Ali Mansur, Gumanti Awaliyah

JAKARTA -- Nasib guru tidak tetap (GTT), pegawai tidak tetap (PTT), dan pegawai honorer mendapatkan sorotan khusus dari DPR. Menurut Ketua DPR Bambang Soesatyo, hingga kini nasib GTT, PTT, dan pegawai honorer masih sangat tidak jelas. Padahal, hampir di seluruh wilayah Indonesia masih banyak kekurangan guru PNS.

"Saya sangat prihatin dengan nasib GTT, PTT, dan honorer yang hingga kini memang masih tidak jelas. Di satu sisi, kita kekurangan guru PNS. Di sisi lain, pemerintah tidak mau mengangkat GTT, PTT, dan honorer menjadi guru PNS," ujar pria yang akrab disapa Bamsoet kepada Republika.co.id, Rabu (28/2).

Bamsoet menjelaskan, berdasarkan informasi yang diterima, di Kabupaten Kebumen masih banyak sekolah yang kekurangan guru PNS. Kekurangan guru PNS di Kabupaten Kebumen mencapai sekitar 2.500 orang.

Untuk mengatasi kekurangan guru dan tenaga kependidikan, tiap sekolah merekrut GTT, PTT, dan honorer. Hal ini dilakukan untuk mencukupi standar pelayanan minimal pendidikan.

Bamsoet melanjutkan, dia sudah berbicara dengan Wakil Bupati Kebumen Yazid Mahfudz terkait dengan GTT, PTT, dan honorer. Namun, kebera daan GTT, PTT, dan honorer tidak diakui Pemerintah Kabupaten Kebumen dengan alasan melanggar PP Nomor 48 Tahun 2005 yang melarang pengangkatan tenaga honorer atau sejenisnya.

"Larangan itu yang menyebabkan Pemkab Kebumen tidak mau mengakui keberadaan GTT, PTT, dan honorer. Di sini kendala yang kita jumpai," ujar Bamsoet.

Bamsoet menambahkan, DPR juga mencermati aspirasi lain yang disampaikan perwakilan PGRI mengenai sertifikasi guru. Sertifikasi bisa didapatkan seorang guru melalui Pendidikan Profesi Guru yang diselenggarakan oleh Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK). Hanya, untuk bisa mendaftar sebagai peserta Pendidikan Profesi Guru harus mempunyai surat keputusan yang ditandatangani oleh bupati/wali kota.

Bupati/wali kota sekali lagi mengaku tersandera Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005 yang melarang pengangkatan guru honorer. "Mereka tidak berani melanggar aturan," ujar Bamsoet.

Karena itu, dia berjanji, DPR akan memberikan perhatian penuh terhadap nasib GTT, PTT, dan honorer. Kemudian, dia akan meminta Komisi X DPR untuk mendorong Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk memperjuangkan nasib GTT, PTT, dan honorer.

"Saya juga meminta Komisi II DPR untuk mendorong Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) segera memberi kepastian nasib jutaan GTT, PTT, dan honorer di Indonesia," kata Bamsoet.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemendikbud, Didik Suhardi, menyatakan, saat ini Kemendikbud masih mendata jumlah guru honorer untuk keperluan tes CPNS 2018. Pendataan itu juga berfungsi untuk menentukan kriteria guru honorer yang akan diangkat menjadi PNS.

"Data (jumlah guru) sedang difinalkan," kata Didik kepada Republika.co.id, Rabu (28/2). Kendati demikian, Didik belum mengonfirmasi kapan data tersebut dirampungkan dan disetor pada Kemenpan RB.

Kepala Biro Humas Kemenpan RB, Herman, mengatakan, pihaknya belum dapat menyusun skema pengangkatan guru honorer. Sebab, hingga kini Kemenpan RB masih menunggu data resmi jumlah guru honorer dari Kemendikbud.

"Format pengangkatannya juga belum. Nanti kami rundingkan dengan Kemendikbud," kata Herman.

Deputi Bidang Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur Kemenpan RB, Setiawan Wangsaat, menyatakan, Kemenpan RB mengusulkan 250 ribu kuota CPNS di pusat dan daerah pada 2018. Jumlah ter sebut akan diprioritaskan untuk profesi tenaga kependidikan dan tenaga kesehatan.

"Untuk komposisi, lebih banyak untuk daerah (pemda)," kata Setiawan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement