Rabu 28 Feb 2018 13:59 WIB

Himpunan Mahasiswa Pascasarjana Petisikan Ketua MK

Hakim konstitusi tidak boleh berinteraksi secara bebas di lingkungan publik

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Joko Sadewo
MK
MK

REPUBLIKA.CO.ID,  YOGYAKARTA -- Dewan Pengurus Pusat Himpunan Mahasiswa Pascasarjana Indonesia (DPP-HMPI) dan akademisi-akademisi menyampaikan petisi melaporkan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat.

Petisi disampaikan DPP HMPI kepada Dewan Etik Hakim Konstitusi atas perbuatan yang dirasa terbukti melanggar kode etik dan perilaku hakim konstitusi. Mereka menilai, atas perbuatan itu Arief Hidayat berpotensi menimbulkan keresahan dan ketidakpercayaan publik kepada MK.

Sebelumnya Arief Hidayat dikabarkan telah melakukan pertemuan dengan DPR. Apa yang dilakukan Arief dianggap sebagai pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi.

"Tentu situasi ini sangat berbahaya di tengah harapan publik yang ingin mendapatkan kepastian dan keadilan hukum, apalagi, bangsa ini telah memasuki tahapan pilkada serentak dan pemilu," kata Ketua Uumum DPP HMPI, Andi Fajar Asti, kepada Republika.co.id, Rabu (28/2).

Situasi ini dirasa tidak boleh dianggap ringan oleh Dewan Etik, mengingat tensi politik pada 2018 dan 2019 sangat tinggi dan rawan kerusuhan politik yang berujuk kepada MK. Jika MK tidak mendapat kepercayaan publik akibat perbuatan Ketua MK, kata Andi, maka demokrasi menjadi rusak.

Sejarah lahirnya MK, kata dia, merupakan atas desakan demokrasi yang ingin hilangkan otoriterisme demi penegakan konstitusi dan menjadikan Indonesia sebagai negara hukum yang modern. Pelanggaran etik Arief Hidayat dianggap bertentangan dengan demokrasi.

"MK diamanahkan menjadi lembaga negara yang bermartabat, bertanggung jawab dan memiliki nilai negarawan, sosok hakim yang memiliki nilai negarawan memang memiliki konsekuensi perilaku yaitu sepenuhnya hidupnya diabdikan untuk bangsa dan negara," ujar Andi.

MK, lanjut Andi, tidak boleh seenaknya lagi berinteraksi secara bebas di lingkungan publik dengan para politisi. Lebih parah lagi, pertemuan dengan politisi dilakukan secara diam-diam tanpa proses adiministrasi dan dilakukan di luar kantor.

Dewan Etik Hakim Konstitusi diminta cermati kalau pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi tidak perlu membutuhkan lebih dari satu saksi. Karena, sudah ada pengakuan dari Arief Hidayat dan satu saksi jika benar telah melakukan pertemuan dengan DPR diam-diam.

"Dan itu berkaitan dengan pencalonannya sebagai ketua mahkamah konstitusi," kata Andi.

Secara moral, tanggung jawab etik yang jauh lebih tinggi daripada teks hukum Arief Hidayat harus menghormati itu sebagai kebaikan semuanya. Maka itu, hakim dan ilmuwan tidak boleh berbuat tidak jujur, mereka harus mempertanggungjawabkan tiap perbuatan kepada publik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement