Selasa 27 Feb 2018 16:44 WIB

Rektor UGM: Tunjangan Profesor Dipangkas, Positif Saja

Kebijakan tersebut menimbulkan kegelisahan dan perdebatan antar profesor.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Winda Destiana Putri
Profesor mengajar/ilustrasi
Foto: Pixabay
Profesor mengajar/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof. Panut Mulyono menganggap, rencana pemangkasan tunjangan kehormatan bagi profesor yang tidak produktif menulis jurnal internasional adalah pemacu untuk terus maju. Meskipun menurut dia, kebijakan tersebut menimbulkan kegelisahan dan perdebatan antar profesor di perguruan tinggi.

"Kalau saya ambil positif saja. Karena profesor itu memang tugasnya seperti demikian, ini toh tidak serta merta (sebelumnya sudah ada sosialisasi)," kata Prof Manut di Bali Room Hotel Indonesia Kempinski, Selasa (27/2).

Saat ini di UGM, kata dia, pihaknya tengah mengevaluasi profesor-profesor mana saja yang telah memenuhi syarat sesuai dengan Permenristekdikti 20/2017 tentang Pemberian Tunjangan Profesi Dosen, dan Tunjangan Kehormatan Profesor. Sebab, menurut Panut, saat ini ada puluhan profesor UGM yang juga kurang menulis jurnal internasional.

"Profesor kami ada sekitar 340 profesor. Dan ada puluhan yang masih kurang dan tidak memuji syarat aturan yang ada. Kami akan dorong mereka untuk bisa produktif," jelas Panut.

Dia menerangkan, jika diteliti lebih dalam dan rinci, aturan yang termaktub dalam Permenristekdikti 20/2017 tidak memberatkan profesor. Sebab profesor atau guru besar tidak mesti menjadi peneliti utama, tetapi juga bisa menjadi peneliti kedua.

"Syaratnya mudah bagi saya, kan bisa jadi peneliti kedua dengan cara memberi bimbingan kepada mahasiswa," kaya Panut.

Kendati demikian, jelas dia, di UGM ada beberapa profesor yang tidak mendapatkan jatah bimbingan mahasiswa jenjang strata 3 (S3). Namun memang, mayoritas profesor UGM yang tidak menulis menulis jurnal beralasan disibukkan dengan kegiatan lainnya.

Panut menyatakan, aturan pemerintah dalam mendorong jurnal harus diapresiasi dan dicerna secara positif. Karena dengan jurnal internasional tentunya berpengaruh terhadap reputasi Indonesia di mata masyarakat dunia.

"Misalkan kita meneliti sumber daya Indonesia, dan lainnya terus dimuat pada jurnal internasional. Tentunya bukan hanya orang Indonesia yang baca, tapi seluruh dunia," jelas dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement