Ahad 25 Feb 2018 01:37 WIB

Siapakah Capres-Capres Pesaing Jokowi?

Prabowo masih menjadi pesaing utama Jokowi, namun nama baru tetap mengancam.

Rep: Silvy Dian Setiawan, Umar Mukhtar, Ali Mansur/ Red: Elba Damhuri
Pelantikan Gubernur DKI Jakarta. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menerima ucapan selamat dari Ketum Gerindra Prabowo Subianto usai Upacara Pelantikan Gubernur DKI Jakarta oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta (ilustrasi)
Foto: Republika/Wihdan
Pelantikan Gubernur DKI Jakarta. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menerima ucapan selamat dari Ketum Gerindra Prabowo Subianto usai Upacara Pelantikan Gubernur DKI Jakarta oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, PDI Perjuangan (PDIP) secara cepat mengumumkan pencalonan Joko Widodo sebagai capres pada Pilpres 2019 pada Rakernas di Bali, Jumat (23/2). Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mengumumkan capres PDIP pada saat pidato pembukaan Rakernas.

Sejauh ini, elektabilitas dan popularitas Jokowi masih unggul dibandingkan penantang-penantang lainnya. Namun, kata pengamat politik Toto Sugiarto, sosok Prabowo Subianto, Ketua Umum Gerindra, masih menjadi kandidat capres paling kuat bersaing dengan Jokowi.

"Walaupun banyak pesaing Jokowi yang muncul, namun Prabowo terlihat masih menjadi pesaing terberat Jokowi. Walaupun suasana politik yang masih belum menentu, karena situasi politik yang masih sangat dinamis," kata Toto, Sabtu (24/2).

Prabowo itu, menurut dia, memang head to head dengan Jokowi. Meski, Toto menjelaskan, posisinya masih sangat cair, dan siapa pun bisa maju dan siapa pun bisa mundur.

Bagi penantang Jokowi, seperti Prabowo, Toto mengatakan, masih harus memastikan loyalitas dari partai pendukungnya. Karena Partai Gerindra belum mampu mengusung sendiri dengan persyaratan (syarat ambang batas pencalonan presiden) tersebut. Gerindra masih harus berkoalisi.

Selain Prabowo, Toto menyebut ada sejumlah nama yang muncul di belakang Jokowi dan tentu saja Prabowo. Mereka antara lain Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo.

Elektabilitas AHY dan Gatot masih jauh di bawah Prabowo, apalagi Jokowi. Namun dinamika politik bisa berkata lain meski yang jelas Jokowi telah banyak mencatatkan beberapa kerja pembangunan.

Naiknya elektabilitas Jokowi, Toto mengatakan, dikarenakan Jokowi terlihat bekerja untuk rakyat dengan sederet programnya yang membangun negeri. Selain itu, Jokowi juga bersih dari kasus korupsi.

Survei sejumlah lembaga survei politik menunjukkan ada sejumlah nama yang muncul sebagai capres alternatif. Antara satu lembaga survei dengan lembaga lainnya menunjukkan hasil yang relatif sama. Tentu, ada beberapa perbedaan juga.

Survei Media Survei Nasional (Median) menunjukkan elektabilitas capres alternatif di luar Prabowo Subianto sebagai penantang Joko Widodo meningkat. Tiga nama capres alternatif yang elektabilitasnya naik adalah Gatot Nurmantyo, Anies Baswedan, dan AHY. Berdasarkan hasil Median pada Februari ini, elektabilitas Gatot saat ini 5,5 persen, Anies 4,5 persen, dan AHY 3,3 persen.

Direktur Eksekutif Median Rico Marbun mengatakan, elektabilitas ketiganya naik dibandingkan pada Oktober 2017 lalu. Gatot saat itu di bawah Anies, dengan 2,8 persen, naik menjadi 5,5 persen pada Februari 2018. Sementara, Joko Widodo dan Prabowo Subianto mengalami penurunan meski kecil.

Menurut Rico, dari survei yang menggunakan populasi 1.000 responden, dengan margin of error sekitar 3,1 persen dan menggunakan metode multistage random sampling, Gatot dipilih karena tegas oleh 21,4 persen responden. Selain itu, karena pembelaan terhadap umat Islam (14,3 persen) dan juga karena diperlakukan tidak adil (10,6 persen).

“Jadi, dinilai sebagai representasi dari politik Islam yang akhir-akhir ini kita lihat. Dipecat mendadak itu juga faktor karena ada simpati yang sebesar 10,6 persen itu," tutur Rico di Cikini, Jakarta, Kamis (22/2).

Nama kedua, Anies Baswedan, naik menjadi 4,5 persen dari sebelumnya pada Oktober 2017 sebesar 4,4 persen. AHY juga meningkat.

Dari survei terakhir pada Oktober tahun lalu di bawah satu persen, kini naik menjadi 3,3 persen. Sementara itu, elektabilitas Jokowi menurun jadi 35,0 persen dari sebelumnya pada Oktober 2017 sebesar 36,2 persen. Prabowo pun demikian. Elektabilitasnya mengalami penurunan menjadi 21,2 persen dari sebelumnya sebesar 23,3 persen.

Rico mengungkapkan, faktor elektabilitas Jokowi menurun karena dipengaruhi 37,9 persen pemilih yang menilainya tidak mampu mengatasi masalah perekonomian bangsa. Sebanyak 32,1 persen pemilih menganggap mampu dan 30,0 persen tidak menjawab.

Dalam survei tersebut, responden juga ditanyakan mengenai hal apa yang paling meresahkan kehidupan saat ini. Persentase paling tinggi, yakni 15,6 persen pemilih menganggap kesenjangan ekonomi masih menjadi masalah yang paling meresahkan.

Kemudian, di bawahnya, yaitu 13,1 persen pemilih menilai harga kebutuhan pokok yang tinggi menjadi persoalan paling mencemaskan.

Gatot masih memiliki kesempatan untuk mendongkrak elektabilitasnya. Apalagi, dengan sistem demokrasi yang berbasis pada popularitas maka sangat mungkin dalam waktu satu tahun ini dibangun. Namun, dengan catatan, ada sinergi antara Gatot, media, parpol, dan komunitas.

Survei Median juga menghasilkan masuknya nama Habib Rizieq Shihab dan Ustaz Abdul Somad yang sama-sama meraih elektabilitas 0,3 persen. Keduanya bahkan sanggup membawahi nama-nama besar seperti Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dengan 0,2 persen, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar 0,2 persen, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini 0,2 persen, dan mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Moeldoko 0,1 persen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement