Jumat 23 Feb 2018 15:57 WIB

Optimisme Ekonomi Indonesia

Ada beberapa faktor penting yang akan mendongkrak pertumbuhan ekonomi 2018.

Rep: Tim Republika/ Red: Elba Damhuri
Petugas menunjukkan prangko edisi khusus Asian Games 2018 di Kantor Pos Besar, Bandung, Jawa Barat, Senin (19/2).
Foto: Antara/Novrian Arbi
Petugas menunjukkan prangko edisi khusus Asian Games 2018 di Kantor Pos Besar, Bandung, Jawa Barat, Senin (19/2).

REPUBLIKA.CO.ID, Periode landai ekonomi Indonesia tampaknya akan berakhir pada 2018 ini. Setelah dalam tiga tahun terakhir pertumbuhan ekonomi bergerak lambat di kisaran 4,9-5,1 persen, maka pada 2018 optimisme merebak ekonomi mampu melompat lebih tinggi.

Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi 2018 berada di angka 5,4 persen atau jauh di atas realisasi 2017 yang hanya 5,07 persen. Pada 2016, pertumbuhan ekonomi malah hanya 5,03 persen di tengah derasnya hujan utang luar negeri ke Tanah Air. Secara tren, terjadi kenaikan pertumbuhan ekonomi dalam tiga tahun terakhir.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan optimismenya pertumbuhan ekonomi pada 2018 ini mampu menyentuh angka 5,4 persen. Hal ini didasarkan asumsi dua komponen penting pendorong pertumbuhan secara umum, yakni investasi dan belanja masyarakat alias konsumsi masyarakat.

Jika investasi tumbuh di atas 6 persen atau bisa mencapai 7,5 persen maka pertumbuhan 5,4 persen sangat realistis diraih. Begitupun ketika konsumsi masyarakat naik di atas 5 persen, itu akan memberikan dampak besar terhadap naiknya pertumbuhan ekonomi nasional. Memang, sepanjang 2017 ada masalah terkait daya beli yang rendah yang kemudian menimbulkan perdebatan hebat.

Republika mencatat sejumlah peluang pada 2018 yang bisa dimanfaatkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Peluang ini tidak hanya menaikkan pertumbuhan ekonomi tetapi juga berdampak pada kualitas pertumbuhan yang diindikasikan dari seberapa besar lapangan kerja terbuka, pendapatan individu naik, UMKM bergemuruh, dan pembiayaan/kredit untuk  investasi bergerak.

Pertama, peluang dari program padat karya tunai yang dicanangkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Puan Maharani. Pemerintah melalui kementerian dan lembaga-lembaga negara menggelar program padat karya tunai di desa-desa mulai Januari 2018. Ada uang tunai yang masuk ke desa-desa dari program ini hingga Rp 18 triliun.

Program ini mencakup 100 desa di 10 kabupaten. Puan Maharani menyatakan pemerintah telah menetapkan target sebanyak 1.000 desa di 100 kabupaten secara keseluruhan pada 2018. Tujuannya, untuk mengintervensi dan menyelesaikan masalah-masalah yang terkait dengan stunting atau kekurangan gizi.

Hari ini Presiden Jokowi meninjau pelaksanaan padat karya tunai irigasi kecil dan jalan produksi di Desa Kukuh, Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan, Jumat (23/2). Ia berharap, program padat karya tunai ini dapat meningkatkan peredaran uang di sejumlah daerah serta meningkatkan daya beli masyarakat.

Jokowi pun mengapresiasi kerja cepat yang dilakukan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Dalam pelaksanaan program padat karya tunai di Desa Kukuh, Tabanan, Bali ini, sebanyak 25 warga terlibat dalam pembangunan jalan produksi sepanjang 592 meter. Proyek ini digarap dengan nilai Rp 600 juta dan akan dikerjakan selama tiga bulan.

Panjang pembangunan irigasi di sawah dengan luas 47,6 hektare adalah 600 meter. Jumlah pekerja yang terlibat sebanyak 150 orang dengan nilai proyek Rp 675 juta dan akan dikerjakan selama 50 hari. Warga yang terlibat dalam padat karya tunai ini juga akan menerima upah sebesar Rp 125 ribu per hari untuk tukang, dan Rp 85 ribu per hari untuk pekerja.

Selain program padat karya tunai, ada program dana desa dengan dana Rp 60 triliun. Program dana desa ini akan mendorong kenaikan belanja termasuk daya beli masyarakat.

Peluang kedua, dari Pilkada Serentak 2018. Pilkada Serentak 2018 diikuti oleh 171 daerah, terdiri dari 17 provinsi, 115 kabupaten, dan 39 kota. Pemerintah menganggarkan dana hingga Rp 20 triliun untuk pagelaran politik ini. Angka itu belum termasuk biaya operasional para peserta pilkada serentak dan kenaikan jumlah uang beredar.

Dari data Indef, pada pemilu 2014 memberikan kenaikan 0,1-0,2 persen terhadap pertumbuhan ekonomi. Pada Pilkada Serentak 2018 ini juga akan memberikan daya dorong terhadap pertumbuhan ekonomi sampai 0,4 persen.

Uang beredar pun akan naik antara 10-12 persen dari tahun sebelumnya sebesar Rp 694,8 triliun. BI mengaitkan kenaikan uang beredar ini salah satunya karena ada ajang Pilkada Serentak 2018 ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement