Kamis 22 Feb 2018 18:45 WIB

Sistem Kontrak Hanya Menambah Angka Pengangguran SMK

Saat ini lulusan SMK juga dihadapkan dengan persaingan global.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Winda Destiana Putri
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Teladan, Srengseng Sawah, Jakarta Selatan.
Foto: Teguh Firmansyah/ REPUBLIKA
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Teladan, Srengseng Sawah, Jakarta Selatan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kordinator Konsorsium Masyarakat Sipil untuk Ketenagakerjaan Indonesia Abdul Waidl menilai,sistem rekrutmen pegawai dengan sistem kontrak hanya menambah angka pengangguran SMK. Dengan sistem kontrak tersebut, menurut dia, banyak industri yang tidak memperpanjang kontrak pekerja, dan lebih memilih merekrut yang baru.

"Sistem kontrak ini jadi masalah juga. Karena dari data BPS yang menjadi pengangguran SMK itu bukan hanya yang freshgraduate tapi juga yang tidak diperpanjang kontrak itu," kata Abdul di Bakoel Koffie Cikini, Jakarta, Kamis (22/2).

Selain itu, kata dia, saat ini lulusan SMK juga dihadapkan dengan persaingan global, seperti dengan lulusan diploma bahkan strata satu (S1). Sebab, sebagian besar pelaku industri tidak spesifik mencari lulusan SMK namun menjadikan lulusan SMK sebagai persyaratan terbawah dari calon karyawan mereka.

Menurut dia, para siswa SMK yang masih bersekolah tidak memiliki informasi terkait kebutuhan dan keterampilan apa saja yang dibutuhkan industri. Kurikulum SMK pun, lanjut dia, tidak banyak berbeda dengan SMA pada tahun pertama. untuk tahun kedua, SMK 38 persen praktik dan 62 persen ajaran teori. Tahun ketiga, 50 persen pelajaran SMK masih berupa teori.

"Faktor-faktor itu tentunya berperan pada kemampuan lulusan siswa SMK. Karena kalau kemampuan lulusan SMK bagus, bersaing dengan diploma dan S1 pun tidak masalah, karena skill yang akan dilihat itu," jelas dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement