Kamis 22 Feb 2018 15:25 WIB

SMK Hadapi Tantangan yang Kompleks

Mulai dari kesempatan kerja yang minim dan hanya terpusat di kota-kota besar saja.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Winda Destiana Putri
Siswa-siswi mengikuti Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 32 Jakarta, Senin (3/4).
Foto: Republika/Prayogi
Siswa-siswi mengikuti Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 32 Jakarta, Senin (3/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) tetap unggul menjadi penyumbang pengangguran terbesar di Indonesia. Berbagai strategi dan revitalisasi SMK terus digencarkan oleh pemerintah agar lulusan SMK bisa terserap oleh dunia kerja.

Kepala Sub Direktorat Penyelarasan Kejuruan Kemendikbud Saryadi mengaku, tantangan yang dihadapi SMK sangat kompleks. Mulai dari kesempatan kerja yang minim dan hanya terpusat di kota-kota besar saja, hingga kesenjangan antar-SMK.

Dia mengatakan, SMK memiliki mandat untuk meningkatkan akses pendidikan di seluruh Indonesia. Karena itu, SMK lebih banyak didirikan di daerah-daerah, bukan di perkotaan. Terlebih, menurut dia, mayoritas siswa yang masuk ke SMK berasal dari keluarga kelas menengah ke bawah, yang notabene memiliki proyeksi setelah lulus untuk bekerja.

"Banyaknya SMK yang berada di daerah-daerah juga menjadi tantangan kesenjangan baru, karena akses informasi untuk mendapatkan informasi kerja juga jadi minim," kata Saryadi dalam diskusi "Pendidikan Vokasi Masih Cetak Pengangguran, Apa yang Salah?" di Bakoel Koffi Cikini, Jakarta, Kamis (22/2).

Dia mengklaim, strategi dan revitalisasi SMK terus dilakukan secara bertahap dan konsisten. Sepanjang tahun 2017 saja, jelas dia, ada 217 SMK yang direvitalisasi. Khususnya pada empat bidang pendidikan, yaitu agribisnis, agroteknologi, pariwisata, maritim dan ekonomi kreatif. Begitupun untuk tahun 2018, revitalisasi akan terus dilakukan bahkan ditingkatkan.

Kendati demikian, dia mengakui, banyak SMK yang belum memiliki kualitas yang memadai. Karena itu, Kemendikbud terus mendorong adanya keselarasan antara SMK dan industri. Dengan begitu diharapkan peluang siswa untuk meningkatkan kualitas kemampuan lebih banyak.

Untuk menunjang keselarasan tersebut, Kemendikbud telah merancang kurikulum yang lebih fleksibel bagi SMK. Artinya, SMK diberi keleluasaan untuk menentukan materi belajar yang sesyau dengan kebutuhan spesifik di industri.

"Kami dorong adanya sinkronisasi kurikulum. Hal-hal itu membuktikan bahwa SMK mendapat proporsi lebih dari pemerintah, sehingga diharapkan lulusan SMK benar-benar bisa menghadapi tantangan industri yang terus berkembang saat ini," jelas dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement