REPUBLIKA.CO.ID, LHOKSUKON -- Bupati Aceh Utara Muhammad Thaib menghentikan pemberian izin konsesi pembukaan perkebunan kelapa sawit di daerah itu dalam waktu yang tidak ditentukan. Penghentian izin perluasan kelapa sawit di Aceh Utara karena beberapa alasan.
Salah satunya, sawit merupakan pohon jenis penguras air yang dinilai dapat menghambat produksi tanaman lainnya. Satu batang pohon sawit menghabiskan sekitar 15 liter air setiap hari.
"Kalau tanam (kelapa sawit) baru tidak saya berikan izin (perluasan), yang sudah ada saja di-replanting," kata Cek Mad panggilan akrab Bupati seusai melakukan pelantikan pengurus IPSM di Kantor Kesbangpol di Lhoksukon, Selasa (20/2).
Alasan lainnya, kata Cek Mad, adalah minimnya ketersedian pabrik kelapa sawit di Aceh Utara yang menampung buah kelapa sawit para petani, sehingga mereka harus menjualnya ke luar daerah.
"Jika memang nantinya pabrik penampung sawit petani sudah memadai, maka akan kita izinkan lagi. Saat ini tanaman sawit di Aceh Utara sudah lebih dari 25 ribu hektare. Tinggal di-replanting saja (bagi pohon yang sudah tua) di lahan yang sudah ada," kata Cek Mad.
Sebagai pengganti pohon sawit, maka Cek Mad mengajak masyarakat untuk menggalakkan penanaman kelapa hibrida dan pinang betara dan jenis tanaman produktif lainnya yang dapat menghasilkan lebih dari itu. Cek Mad juga mengajak masyarakat Aceh Utara agar menanam minimal dua batang pohon kelapa hibrida di setiap pekarangan rumah masing-masing, karena akan dapat menghasilkan berbagai manfaat.
"Saya manantang IPSM (Anggota Ikatan Pekerja Sosial Masyarakat) untuk mengajak masyarakat menanam minimal dua batang kelapa hibrida di setiap rumah. Soal bibit akan kita upayakan (usulkan) nantinya," kata Cek Mad.