Selasa 20 Feb 2018 06:06 WIB

10 Bulan 8 Hari Sejak Novel Baswedan Disiram Air Keras

Tidak masuk akal jika Novel Baswedan yang disalahkan ketika pelaku belum ditemukan.

 Juru Bicara KPK Febri Diansyah melakukan konfrensi pers di gedung KPK, Jakarta, Jumat (2/2).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Juru Bicara KPK Febri Diansyah melakukan konfrensi pers di gedung KPK, Jakarta, Jumat (2/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan, disiram air keras oleh dua orang pengendara motor pada 11 April 2017 seusai shalat subuh di Masjid Al-Ihsan dekat rumahnya. Tapi, hingga kini pelakunya tidak juga berhasil ditangkap oleh aparat kepolisian.

"Hari ini sudah 10 bulan 8 hari sejak Novel diserang. KPK berharap pelaku penyerangan segera ditemukan,'' kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah di Jakarta, Senin.

Bukan hanya pelakunya yang belum berhasil ditemukan. Ironisnya, Novel sebaliknya justru dituding tidak kooperatif dalam menjelaskan siapa pelaku penyerangnya.

Sebelumnya Komisioner Ombudsman Republik Indonesia, Adrianus Meliala, menuding Novel tidak kooperatif ketika sedang diperiksa oleh penyidik terkait kasus penyiraman air keras terhadapnya. "Dari pengakuan polisi, kelihatannya Pak Novel irit bicara. Kalau ditanya berbagai hal, selalu bilangnya nanti diserahkan ke Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF). Jadi kesan saya, (Novel) tidak kooperatif," ujar Adrianus usai bertemu dengan Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol Idham Azis, Selasa (13/02).

Adrianus menilai ketidakkooperatifan Novel terlihat dari Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang sangat tipis. BAP yang didapatkan Ombudsman dari penyidik, hanya 2 sampai 3 lembar. ''Mana ada BAP segitu, apalagi kan dia korban. Namanya korban kan ingin curhat agar kasusnya cepat selesai," katanya.

Terhadap pihak-pihak lain yang justru menuding Novel tidak kooperatif untuk menjelaskan siapa pelaku penyerangnya, KPK pun mengingatkan agar tidak menempatkan Novel dua kali sebagai korban.

"Cukup sekali Novel menjadi korban serangan secara fisik. Jangan lagi diberikan beban untuk membuktikan dan mencari pelakunya,'' kata Febri. ''Akal sehat dan rasa kemanusiaan kita tidak bisa menerima jika justru korban yang disalahkan ketika pelaku belum ditemukan.''

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement