Senin 19 Feb 2018 17:56 WIB

Bagaimana Persija Menaklukkan Piala Presiden

Marko Simic memang super dan makin digdaya karena infrastruktur Persija.

Fitriyan Zamzami, Jurnalis Republika
Foto:

Artinya, Marko Simic memang super, tapi ia juga bisa sedemikian digdaya karena infrastruktur Persija yang sangat mapan dan mumpuni di tengah. Bahkan Bambang Pamungkas yang uzur itu bisa bikin gol dengan ciamiknya lini tengah Persija.

Gol-gol Persija sepanjang Piala Presiden ini tercatat melalui assist dan pergerakan dari berbagai sisi. Ada yang dimulai terobosan Rohit Chand, umpan lambung akurat Ismed dari kanan, rangsekan Rico atau Ramdhani ke tengah, serta umpan tarik maupun lambung Novri dan Rezaldi dari kiri.

Kompleksitas penyerangan di Persija ini dalam tahun-tahun belakangan lebih kerap dimainkan tim dengan formasi 3-5-2 atau 3-4-2-1. Bagaimana Persija yang bermain dengan 4-3-3 atau lebih presisinya 4-3-2-1 bisa sedemikian efektif mengeksekusinya?

Ada sejumlah pemain kunci dan skema yang memungkinkan hal itu. Sandi Sute, naturalnya seorang gelandang sayap, tetiba menjelma jadi gelandang bertahan yang mumpuni. Ini nampak dari perannya mengganggu Nick van der Velden kala melayani Bali United.  

Faktanya, dari sebelas pemain inti Persija pada laga final Piala Presiden, hanya Ismed, Simic, Maman, dan Jaimerson yang pakem mengisi posisi tunggal sepanjang karier profesional mereka.

Rohit Chand yang musim lalu jadi motor serangan Persija, misalnya, mulanya adalah seorang pemain bertahan. Andritany Ardhiyasa juga memulai karier sepak bolanya sebagai libero dan hingga saat ini beberapa kali memainkan peran itu dengan menyapu bola di luar kotak penalti. Plus Maman dan Jaimerson, bisa dikatakan, Persija sedianya punya tiga bek tengah.

Kerja bek-bek itu juga kian mudah saat pelatih Stefano Cugurra alias Teco menginstruksikan pressing tinggi macam pada laga final menghadapi Bali United.

Pada akhirnya, Persija sepanjang Piala Presiden 2018 ini adalah sebuah kekuatan yang kompak dalam arti sesungguhnya. Mereka nyaris tak punya celah dalam bertahan, dan punya banyak sekali rencana penyerangan.

Skema menyerang mereka mirip dengan dua hal yang khas betul di Jakarta: banjir dan macet. Ditahan di satu sisi, ia akan meluber ke sisi-sisi lainnya. Pelatih dan pemain bertahan lawan harus putar otak memilih siapa yang mesti dihentikan karena ancaman tak hanya datang dari satu sektor.

Yang jadi pertanyaan, bagaimana mereka akan mengeksekusi sepak bola oktan tinggi tersebut secara konsisten di tengah padatnya jadwal Liga 1 nanti? Benar, Persija punya materi di atas rata-rata Indonesia pada skuat penyokong seperti Marko Kabiay, Arthur Bonay, Rudi Widodo, Addison Alves, Fitra Ridwan, Valentino Telaubun, Vava Mario Yagalo, Asri Akbar, Gunawan Dwi Cahyo, Yan Pieter Nasadit. Namun, seberapa cepat mereka bisa beradaptasi dengan skema yang sudah diasah Teco sejak Liga 1 musim lalu belum bisa kita prediksi.

Bagaimanapun, sejauh ini Persija telah menunjukkan permainan kelas tersendiri di persepakbolaan lokal. Bagaimana strategi mereka bisa dituliskan sebegini terperinci adalah sesuatu yang jarang bisa dilakukan terhadap gaya bermain klub lain di Indonesia yang masih kerap terjebak pada individu-individu.

Dalam hal itu saja, warga Jakarta sudah layak dapat selamat. Menengok gaya bermain Persija pada masa-masa sebelum musim perdana Liga 1, yang terjadi saat ini adalah transisi yang revolusioner. Sebelumnya, Persija kerap bermain jauh lebih lambat dan kerap mengandalkan umpan lambung semata.

Barangkali akhirnya Ibu Kota kembali mendapat klub dengan pemain-pemain dan kecanggihan taktik yang layak mewakilinya. Dan di provinsi sebelah, jutaan penggemar sepak bola cemas menantikan duel klasik yang menjelang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement