REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) masih tengah mendalami dan akan menguji produk kosmetik ilegal mengandung bahan berbahaya seperti merkuri senilai Rp 2,5 miliar. Kepala Balai Besar POM DKI Jakarta Dewi Prawitasari mengatakan, produsen yang menghasilkan kosmetik di Jelambar, Jakarta Barat ini, ilegal dan juga tidak ternotifikasi oleh BPOM.
"Jadi tempat produksinya ilegal, produk kosmetiknya juga ilegal. Mereka belum pernah mengajukan notifikasi (izin ke BPOM)," ujarnya di sela-sela konferensi pers kosmetik ilegal, di Jelambar, Jakarta Barat, Kamis (15/2).
Karena itu, BPOM masih menelusuri ke wilayah mana saja produsen menjual kosmetik yang ilegal ini. Upaya penelusuran termasuk BPOM akanke lapangan. Selain itu, BPOM akan melakukan pengujian di laboratorium. Di satu sisi, ia meminta masyarakat untuk mengecek klik kemasan, label, izin edar, dan tanggal kadaluwarsa di aplikasi yang bisa diunduh di Android yaitu Cek BPOM. "Kalau tidak memenuhi kriteria itu ya kemungkinan tidak terdaftar," katanya.
Sebelumnya, Kepala BPOM Penny K Lukito mengatakan, bermula dari laporan masyarakat yang melihat aktivitas yang mencurigakan, keluar masuk bahan baku, suara, laporan masyarakat. Kemudian BPOM melakukan penelusuran dan bekerja sama dengan Polda Metro Jaya berhasil melakukan penindakan produksi kosmetik ilegal.
Penny menambahkan, pabrik ini gagal memenuhi standar-standar tertentu terkait dengan standar fasilitas itu sendiri. Misalnya harus higienis, menggunakan teknologi yang benar sehingga aspek keamanan dan mutu dari produk yang dihasilkan bisa terjamin. Tak hanya fasilitas prasarananya yang ilegal, kata dia, produk-produknya juga ilegal.
Kata dia, ada indikasi produsen menggunakan bahan-bahan berbahaya di produk ini seperti merkuri, hidrokinon, hingga beberapa pewarna yang sangat berbahaya jika digunakan. Apalagi, kata dia, pabrik ini tak memiliki pengawas apoteker.
Hebatnya pabrik ini sudah beroperasisekitar setahun dan mendistribusikan produknya di seluruh wilayah Indonesia dengan omzet sekitar Rp 50-100 juta per pekan. "Nilai ekonomi produk ini sekitar Rp 2,5 miliar," ujarnya.
Penny menambahkan, jumlah tersangka produk ilegal ini sebanyak satu orang yaitu sang pemilik produk. Pelakua akan dikenakan pasal-pasal dalam undang-undang (UU) Kesehatan.
Ia menyebut, di pasal 196 jelas menyebutkan bahwa siapapun yang memproduksi obat dan makanan yang tidak memenuhi persyaratan, keamanan, mutu, dan khasiatnya bisa dikenai sanksi pidana penjara maksimum 15 tahun dan sanksi denda Rp 1,5 miliar. Termasuk juga pasal 197 produk yang diproduksi dan diedarkan tanpa izin edar.
"Jadi, produk yang tidak memenuhi persyaratan keamanan mutu khasiat dan produk tidak memiliki izin edar maka bisa dikenakan pasal 196 dan 197," ujarnya.
Penny mengatakan, BPOM berjanji ke depannya tidak hanya melakukan pengawasan dan penindakan di sarana, peredaran, retil sampai produsen, dan bahan baku. BPOM juga akan menariksampling di jalur distribusi, apakah ke retailer, apotek, pasar dan juga mencari tempat-tempat produsen produk ilegal seperti ini.
Untuk memaksimalkan pengawasan, BPOM yang sudah tersedia di 24 provinsi dengan organisasi yang baru akan kembali membangun balai besar POM di tingkat kota dan kabupaten. "Dengan demikian kami akan bisa intensif lagi untuk mengejar para penjahat yang melakukan kejahatan di bidang obat, obat tradisional, herbal, pangan," katanya.