Kamis 15 Feb 2018 01:00 WIB

Amil dan Penggerak Perubahan

Amil bekerja keras untuk merintis kemudahan hidup mustahik agar hidupnya lebih baik.

Nana Sudiana
Foto: dok. Humas PKPU
Nana Sudiana

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Nana Sudiana *)

"Tidak semua hal yang bisa kita hadapi bisa diubah, tapi tidak ada yang bisa diubah sampai kita menghadapinya" (James Baldwin).

Amil bukan jabatan bergengsi, apalagi simbol kehormatan dan puja-puji, pun bukan pula perlambang pencapaian kesuksesan. Amil esensinya ia juga bagian dari delapan mustahik yang disebutkan dalam Alquran, Surat At Taubah (9) : 60. Karena ia juga mustahik, maka jadi amil tak boleh bangga hati apalagi merasa kuasa dihadapan tujuh bagian mustahik lainnya.

 

Sepanjang ia amil, ia harus rela disebut mustahik yang melayani mustahik lainnya. Keseluruhan pengabdiannya tak sama sekali mengubah statusnya sebagai mustahik zakat. Amil adalah mustahik. Menjadi aneh dan tak pada tempatnya bila ia merasa menjadi wakil muzaki lalu berbuat seenak hati pada mustahik lainnya.

Sebagai manusia biasa, amil juga pastilah punya harapan dan keinginan. Amil juga bukan robot yang tak punya rasa lelah dan beban masalah dalam hidupnya. Namun begitu, sudah takdirnya menjadi amil, ia harus mampu menopang dua beban sekaligus dalam hidupnya, yakni beban diri dan keluarganya serta beban pekerjaan dirinya sebagai amil yang ingin amanah. Walau kaki dan pundak amil bukanlah pilar yang sempurna menopang setiap masalah yang ada. Namun, ia selalu harus merasa kuat agar ia bisa melangkah dan menemukan masalah yang dihadapinya ketka ia bertugas menjadi amil.

Para amil, layaknya para pejuang, peretas kebaikan-kebaikan yang terus dilakukan dan dikembangkan untuk memperbaiki umat dan bangsa. Amil bekerja keras untuk merintis kemudahan hidup mustahik agar hidupnya lebih baik. Cita-cita amil tak lain agar para mustahik yang ditangani dan dikelola mampu keluar dari kegelapan hidup dan menuju cahaya dalam dekapan hidayah kebaikan Islam.

Para amil walaupun mungkin sebagiannya tak bisa berceramah di mimbar-mimbar untuk menyeru jalan kebaikan. Namun, percayalah seluruh aktivitas dan bantuan yang diberikannya juga adalah bagian dari dakwah tanpa ceramah. Amil terkadang malah lebih dari itu. Ia bahkan bersedia berhari-hari menemani segala derita mustahik hingga ia tegar dan kembali melangkah. Para amil ini jiwanya merdeka, tak tahan atas penglihatannya bila ada yang menderita. Amil rata-rata juga sensitif bila ada mereka yang datang dan membutuhkan.

Para amil biasa atsar (mendahulukan saudaranya seiman) bila ada urusan yang menyangkut kebaikan. Namun jangan salah, tak jarang untukurusan pengorbanan dan risiko, para amil sanggup menanggung beban dirinya dibanding menyuruh atau meminta tolong amil lainnya. Amil yang rata-rata terdidik dalam medan dakwah pelayanan, tahu betul kapan ia maju ke depan dan kapan ia menahan dirinya dari situasi yang ada. Amil-amil yang ada juga sadar sepenuhnya, bahwa ia sejatinya adalah pendakwah. Ia akan menjadi uswah bagi lingkungan sekitarnya dimana ia berada.

Amil yang bergerak

Kita tahu bersama, amil sejatinya adalah para penggerak kebaikan. Mereka juga sekaligus harapan mustahik akan cerahnya masa depan mereka. Nilai-nilai amil ialah nilai-nilai dakwah. Dengan nilai ini ia akan menyatu dengan elemen umat lainnya untuk bersama dakwah memperbaiki keadaan masyarakat.

 

Amil akan menjadi bagian perubahan kebaikan yang akan terus bergerak secara istimror (kontinyu) dalam membawa nilai-nilai kebaikan di masyarakat. Pergerakan ini akan terus melaju tak terbatasi waktu. Ketika seseorang berhenti secara struktur dari amanahnya sebagai amil, bila jiwanya telah tersibghah nilai-nilai keamilan, maka sebagai amil sejati ia tak akan pernah merasa “berhenti atau lulus dari spirit amil”.

Amil adalah para penggerak perubahan, ia laksana benih unggul yang tumbuh di berbagai lahan yang ada. Karena amil ini merupakan benih unggul diantara benih lainnya, tentu saja punya kemampuan tumbuh yang baik dan tahan terhadap segala gangguan yang mungkin akan timbul. Para amil yang baik tadi, punya juga kemampuan lebih dalam urusan ketahanan terhadap masalah sekitarnya, jadi biarkan ia tumbuh membesar dan hanya soal waktu saja para amil ini akan menunjukan seberapa kuat ia menunjukan karya dan pengabdiannya bagi perbaikan umat dan bangsa.

Amil sebagai penggerak perubahan mungkin secara fisik tak tampak istimewa, ia layaknya orang kebanyakan dan tak berciri apa-apa. Namun, para penggerak perubahan memiliki jiwa yang merdeka. Merdeka dari ketakutan masa depan. Merdeka atas himpitan dan datangnya masalah dalam kehidupan. Dan merdeka dari godaan kemewahan dan fasilitas yang ditawarkan. Mereka, para penggerak perubahan keras tekadnya, namun sangat lembut hatinya. Mereka juga mudah menggelegak hatinya disebabkan karena ketidakadilan. Saat yang sama, ia mudah terharu dan perih hatinya begitu melihat kemiskinan dan kedzhaliman.

Dari sejumlah obrolan dengan sejumlah amil di berbagi daerah dan kesempatan, mereka ternyata walau jadi bagian dari elemen perbaikan masyarakat, namun tak banyak yang mencita-citakannya sejak kecil. Apalagi, mengidolakan sejak awal untuk hidup, beraktivitas dan bekerja sebagai seorang amil zakat.

 

Proses menjalani kehidupan sebagai amil ini dilalui sejumlah orang dengan berbagai sebab dan kondisi. Ada yang karena awalnya diajak senior di kampus, di ajak teman, untuk sekedar mengisi waktu luang atau sekedar menunggu panggilan kerja di tempat lainnya. Uniknya, dari sejumlah sebab tak sengaja tadi, banyak yang “keterusan’ dan bahkan akhirnya bertahun-tahun di dunia amil, dan malah jadi pimpinan di lembaga tadi.

Penyebab utama sejumlah amil bertahan adalah tantangan yang dirasakan melihat demikian tinggi gap sosial yang terjadi. Di tengah laju pembangunan dan tumbuhnya kelas menengah Indonesia ternyata kemiskinan juga tak terbendung untuk terus tumbuh, baik dari sisi jumlahnya maupun penyebaran lokasinya. Kota-kota yang tumbuh pesat dan menebarkan pesona kemewahan, ternyata tak sanggup menampung ribuan orang miskin yang hidup tanpa skill dan bekal pendidikan yang memadai.

Mereka inilah yang akhirnya menempati kelas paling bawah di antara penghuni kota. Mereka dengan tanpa pilihan harus rela menjadi remah-remah di kue pembangunan kota-kota besar yang kian hari menjadi kian megah. Kemegahan tak bisa dinikmati orang-orang miskin, malah justru kemegahan seolah alergi dengan kekumuhan yang disebabkan kemiskinan hidup orang dhuafa yang tak memiliki kesempatan hidup lebih baik.

Energi untuk menjadi bagian dari perbaikan kehidupan ini yang menyatukan cara pandang dan visi sejumlah amil. Mereka dengan segala keterbatasan sumberdaya dan kemampuan memilih tampil ke depan menjadi tonggak dan penggerak perubahan. Apakah mereka ini tak punya derita dan masalah dalam hidupnya? Sehingga memilih menjadi penggerak perubahan?. Tentu saja sebagai manusia biasa, orang-orang ini tak semua berpunya, cerdas dan dari golongan mulia.

Sebagian dari Amil yang memilih jadi penggerak perubahan ini, bahkan di masa kanak-kanaknya, dibesarkan juga oleh himpitan derita dan kemiskinan. Mereka ada yang sejak lahir yatim, bahkan tanpa harta memadai di keluarganya. Demikian kental kemiskinan dan keterbatasan yang diderita oleh sejumlah Amil di masa kecilnya, namun justru membuat mereka tak hanyut dalam penderitaan. Mereka ini malah tumbuh dengan semangat juang yang utuh untuk menjadi bagian dari penderitaan yang orang-orang dhuafa rasakan, termasuk diri dan keluarganya.

Para Amil yang lahir tak sempurna dari belaian kasih sayang dan kecukupan harta, namun uniknya tidak melahirkan dendam sosial dan perlawanan terhadap ketidakadilan hidup yang dirasakan. Para Amil yang seperti ini justru kebesaran jiwanya tumbuh untuk membantu sesama dan tak membiarkan orang lain menderita. Dan dibalik kebesaran jiwa yang kuat mengakar dalam dirinya, tumbuh pula kegigihan dan pengorbanan yang kuat untuk memajukan orang lain agar tak lagi jadi bagian dari kemiskinan.

Harus diakui, memang tak semua penggerak perubahan sempurna sebagai amil sejati. Ada dari mereka yang memiliki kelemahan bahkan kekurangan secara nyata, namun dengan kekuatan perkawanan dari sesama amil yang terus dikuatkan akarnya, maka sejumlah keterbatasan diatasi bersama-sama. Inilah barangkali salah satu kunci, kenapa iklim perkawanan di gerakan zakat Indonesia demikian kuat dan terus terpelihara dari tahun ke tahun.

Jawabannya, tak lain adalah karena gerakan zakat Indonesia sesungguhnya rentan dengan perubahan. Perubahan bisa terjadi kapan saja datangnya dan arahnya pun bisa dari mana saja. Entah ada perubahan regulasi, perubahan struktur di lembaga masing-masing, maupun perubahan isu-isu lainnya di lansekap kebijakan ekonomi, sosial politik dan lainnya.

Yang paling sederhana dan terkini misalnya terkait adanya rencana pemerintah yang akan memotong zakat ASN. Isu ini demikian heboh dan memanggil demikian banyak pihak untuk komentar dan menanggapi. Apakah isu ini positif bagi gerakan zakat? Ternyata menurut hemat saya justru berisiko tinggi bagi gerakan zakat secara keseluruhan.

Bayangkan bila kebijakan ini berlaku tak lama kemudian, coba saja hitung ada berapa banyak muzakinya LAZ berbasis ormas yang kebetulan anggotanya adalah ASN dan akan dipotong dan dikelola zakatnya oleh Pemerintah. Bayangkan pula dampak lanjutannya, bila selama ini ASN ternyata sudah menjadi muzakinya berbagai lembaga zakat yang ada, apa mereka harus berhenti dan mengalihkannya demi mematuhi Perpres yang akan dibuat kemudian?

Di atas baru yang ukurannya sederhana, lalu bagaimana dampaknya bila ternyata urusan zakat ASN ini memicu antipati publik terhadap gerakan zakat? Zakat yang selama ini telah dimaknai kewajiban syariat yang pelaksanaannya diserahkan kepada masing-masing orang, baik ia ASN atau bukan, tiba-tiba yang ASN harus diatur penyalurannya. Padahal di Undang-Undang Pengelolan Zakat No.23 Tahun 2011 tak ada sama sekali terkait muzaki ini di atur.

Coba saja dicari, ada di bab dan ayat yang mana yang menyatakan bahwa bagi orang yang telah memenuhi syarat dan ketentuan berzakat (nishab dan haul-nya terpenuhi) lalu ia tidak berzakat, maka ia akan dikenakan sanksi. Bila ini dicantumkan, pastilah potensi zakat benar-benar bisa lebih tergali optimal.

Beberapa di atas, sekali lagi, baru dalam perspektif yang sederhana. Bagaimana bila ketika urusan zakat ini semakin menuai pro kontra, malah menimbulkan antipati dari orang yang tak suka adanya urusan agama dimasukan ke dalam soal pengaturan negara. Bagaimana bila ada tuntutan, lebih baik urusan zakat ini, negara tidak terlibat sekalian?. Jelas akan semakin runyam dan imbasnya kemana-mana.

Dibalik ribuan amil zakat yang memilih diam dan tak bersuara terhadap isu zakat ASN ini, ketahuilah bahwa ribuan amil zakat yang tersebar di seluruh nusantara, yang terbentang dari Aceh hingga Papua, mereka tak buta akan realitas yang sedang diperbincangkan ini. Mereka juga bukan tak terpanggil untuk berkomentar dan memberikan opini.

Perlu kita sadari bersama, bahwa mereka teramat hati-hati untuk menjaga agar dunia zakat terus bisa tenang dan tak hingar bingar dengan berbagai cara pandang dan perspektif yang berbeda satu sama lain. Mereka justru sebagian besarnya memilih terus bekerja di kedalaman dan kerumitan masing-masing bagian demi untuk meringakan beban dan kesulitan para dhuafa dan orang-orang miskin yang kadang dilalaikan untuk dibela dan dimuliakan banyak pihak. 

Para Amil adalah penggerak perubahan. Sebagian besarnya tak biasa bekerja di hadapan kamera dengan puja-puji dan pencitraan atas karya dan amal mereka. Para amil yang menjadi penggerak perubahan bukan tak berani untuk tampil menentang perbedaan dan tekanan. Mereka  sejatinya telah terbiasa mengambil risiko besar ketika menjadi penggerak perubahan, bukan hanya harta dan waktu yang mereka dikorbankan, bahkan jiwa dan raga juga mereka biasa lakukan.

Mereka bukan tak buta banyaknya pro kontra di sejumlah media. Mereka juga bukan tak memiliki rasa takut dalam hati, tapi semangat mereka untuk berbuat lebih banyak bagi orang lain-lah yang menguburkan ketakutan dan kekhawatiran yang tumbuh dalam jiwa mereka. Mereka menyadari betul siapa mereka, termasuk segala kekuarangannya. Namun mereka tak hirau, justru mereka hanya fokus pada cita-cita dan tujuan yang ingin mereka raih.

Mereka berjalan, duduk dan bekerja dengan semangat yang terus terjaga. Jadi, seberapa kuatnya sebuah isu menerpa gerakan zakat, termasuk adanya tekanan regulasi yang terjadi, spirit gerakan zakat tetap terjaga. Para amil sejati yang hidup di gerakan zakat bukanlah mereka yang terbiasa hidup dalam bayang-bayang materi dan limpahan fasilitas. Mereka telah teruji waktu, bekerja di kesunyian dengan segala risiko dan keterbatasan yang ada.

Hasbunallaha wanimal wakil, nimal maula wanimab nashir. "Dan katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat  pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan". (QS. At-Taubah: 105).

*)Direktur Pendayagunaan IZI dan Ketua Bidang Jaringan & Keanggotaan FOZ.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement